Melihat Persaingan Konglomerat Dunia Mencapai Luar Angkasa 

Kompetisi luar angkasa abad 21: orang kaya lampaui negara.

Melihat Persaingan Konglomerat Dunia Mencapai Luar Angkasa 
Shutterstock_Tun Pichitanon
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Persaingan para konglomerat dunia untuk mencapai luar angkasa menyita perhatian publik baru-baru ini. Apalagi setelah Richard Branson sukses dalam perjalanan suborbital menggunakan pesawat bertenaga roket Virgin Galactic, VSS Unity, pada Minggu (11/7).

Branson bersama lima orang karyawannya mencapai ketinggian lebih dari 80 kilometer. Pendaratan di tepi angkasa itu terjadi pada pukul 09.40 waktu setempat, sekitar satu jam setelah pesawatnya lepas landas.

Keberhasilan misi tersebut mendukung rencana Virgin Galactic untuk memulai perjalanan wisata luar angkasanya tahun depan. "Selamat datang di awal era ruang angkasa baru," kata Branson kepada para tamu yang menyaksikan penerbangan tersebut dari kompleks Spaceport America, New Mexico, seperti dikutip Fortune.com.

Selain Branson, konglomerat lain yang menempatkan sebagian hartanya untuk ambisi perjalanan ruang angkasa adalah Jeff Bezos dan Elon Musk. Dalam lebih dari satu dekade terakhir, mereka menyiapkan bisnis yang dapat melayani orang-orang superkaya hingga tokoh publik pencari sensasi untuk suguhan pemandangan bumi dan langit tak terlupakan.

Bagaimana sepak terjang mereka dalam kompetisi ruang angkasa abad ke-21 yang pemainnya bukan lagi negara, tapi swasta dan konglomerat dunia?

Jeff Bezos

Bezos, orang terkaya di dunia, mendirikan perusahaan pesawat antariksa Blue Origin pada 2000. Itu enam tahun setelah ia mendirikan Amazon. Berbeda dengan Musk dan Branson, ia cenderung tak ingin terburu-buru membuat roket sebagai bagian dari merek dagangnya.

Selama bertahun-tahun, perusahaanya beroperasi tanpa banyak sorotan media. Tujuannya adalah mengirim orang untuk tinggal dan bekerja di koloni ruang orbit yang berputar demi memperpanjang hidup manusia setelah bumi mencapai krisis kelangkaan energi. 

Bezos ingin membuat ruang angkasa lebih mudah diakses dan menguntungkan. Visi itu hanya bisa dilakukan dengan memasukkan orang dan perangkat keras ke luar angkasa dengan biaya lebih rendah. 

Karena itu, Blue Origin membangun bisnis pariwisata ruang angkasa di sekitar pesawat New Shepard suborbital. Secara teori, bisnis itu akan mengalirkan pendapatan sekaligus membuat penerbangan antariksa manusia jauh lebih rutin.

Pada 20 Juli 2021, Bezos dan tiga orang lainnya menjadi penumpang pertama yang melakukan perjalanan berkecepatan tinggi selama 11 menit dalam kapsul New Shepard itu. 

Sebelumnya, New Shepard telah melakukan lebih dari selusin penerbangan uji coba tanpa penumpang yang berhasil. Salah satu penerbangan itu dilakukan pada April di fasilitas perusahaan di gurun Texas.

New Shepard dirancang untuk membawa hingga enam orang dalam perjalanan melewati tepi ruang angkasa, dengan kapsul pada penerbangan uji sebelumnya mencapai ketinggian lebih dari 100 kilometer.

Kapsul tersebut memiliki jendela besar yang memungkinkan penumpang melihat pemandangan luar angkasa, saat menghabiskan beberapa menit dalam gravitasi nol sebelum kembali ke bumi.

Di luar itu, Blue Origin masih mengerjakan teknologi yang lebih ambisius dengan membuat roket orbital raksasa yang disebut New Glenn. Bezos juga berencana menjual mesin roket tersebut ke perusahaan kedirgantaraan United Launch Alliance, yang merupakan perusahaan patungan antara Lockheed Martin dan Boeing.

Elon Musk

Pendiri Tesla Inc. ini sejak lama telah berbicara tentang ambisinya untuk menjadikan manusia sebagai "spesies multiplanet". Caranya adalah menghadirkan manusia di Mars.

SpaceX, perusahaan yang didirikan Musk pada 2002, bertujuan untuk memajukan ambisi tersebut dengan memberi akses murah ke banyak perusahaan untuk mencapai ruang orbital dan bahkan lebih jauh lagi dengan roket Falcon produksinya.

Menurut Musk, menurunkan biaya peluncuran adalah aspek inti dari misi SpaceX. Strategi itu tak hanya baik untuk bisnis, tapi juga mendorong inovasi teknologi ruang angkasa dan memungkinkan model bisnis baru.

Sejauh ini mereka telah membangun roket yang mampu membawa satelit dan kargo lainnya ke orbit bumi.

Dengan optimistis, Musk memperkirakan perusahaannya dapat membawa manusia ke Mars pada 2026. Sebelumnya, pada 2015, ia pernah membahas keinginannya mendirikan sebuah kota di Mars setelah roket SpaceX sukses mendarat di sana. 

Meski demikian, ia mengakui bahwa misi untuk membawa manusia ke Mars takkan berjalan mulus dan berpotensi menyebabkan sekelompok orang meninggal dunia. "Anda mungkin akan mati, itu bisa menjadi tidak nyaman. Mungkin juga takkan ada makanan enak," kata Musk dalam wawancara dengan Peter Diamandis, pendiri dan ketua X Prize Foundation untuk penemuan ilmiah.

Richard Branson

Untuk mencatatkan diri sebagai konglomerat pertama yang tiba di luar angkasa, Branson membutuhkan waktu 16 tahun dan uang miliaran dolar.

Virgin Galactic, perusahaan antariksa yang ia dirikan pada 2004, didukung oleh institusi besar seperti Abu Dhabi sovereign-wealth fund Mubadala Investment. Perusahaan itu tak pernah untung sejak tercatat sebagai perusahaan publik pada Oktober 2019. Dikutip Fortune.com, perusahaannya bahkan telah kehilangan US$889,9 juta sejak awal 2017. 

Tetapi, Branson tak pernah mundur dalam mewujudkan ambisinya. Optimismenya terlihat dalam laporan keuangan tahunan perusahaan pada 2019, di mana ia mengutip perkiraan Kamar Dagang AS bahwa penerbangan ruang angkasa komersial akan menjadi industri senilai US$1,5 triliun pada 2040. 

Virgin Galactic memiliki dua keuntungan besar dalam membangun armada luar angkasanya yakni teknologi eksklusif dan uang berlimpah. Pada 31 Maret lalu, perusahaan memiliki US$616 juta dalam bentuk tunai, lebih dari lima kali kewajiban lancarnya. Sementara itu, ongkos perusahaan terutama untuk R&D yang mencapai US$159 juta tahun lalu diperkirakan turun karena penerbangan komersial menjadi lebih teratur.

Perusahaan ini memiliki kapal dan pelabuhan antariksa yang membuatnya kompetitif dengan para pesaingnya. Tak seperti Blue Origin, Virgin Galactic tidak menggunakan peluncuran roket dari bumi.

Branson mengandalkan dua pesawat untuk masuk ke ruang suborbital. Pertama, pesawat "induk", yang disebut VMS Eve, lepas landas secara horizontal sebelum mencapai 45.000 kaki dan melepaskan kendaraan kedua yakni pesawat bertenaga roket dengan kecepatan hingga 3 Mach (2.302 mil per jam) ke luar angkasa.

Branson juga diuntungkan karena potensi penerbangan luar angkasa komersial telah menarik minat institusi dan pemerintah di sejumlah negara. NASA, serta pemerintah Italia dan New Mexico, telah memiliki kontrak dengan Virgin Galactic, dan beberapa telah menjadi bagian integral dari bisnis tersebut.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Saham Anjlok, Problem Starbucks Tak Hanya Aksi Boikot
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M