Petani Sawit Sebut UU Cipta Kerja Hambat Usaha Dapat Sertifikat ISPO

Petani harus membayar denda untuk bisa ISPO.

Petani Sawit Sebut UU Cipta Kerja Hambat Usaha Dapat Sertifikat ISPO
Wikimedia Commons
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, mengatakan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi salah satu hambatan bagi petani untuk memperoleh sertifikat sawit berkelanjutan (ISPO). 

Sebab, dalam dalam Pasal 110 B beleid tersebut, petani diwajibkan membayar denda administratif dalam penyelesaian konflik perkebunan dalam kawasan hutan.

Hal ini memberatkan lantaran tarif denda minimal yang harus dibayarkan juga tidak murah. Untuk luas lahan 5 hektare dengan umur tanam 12 tahun dan pendapatan bersih Rp15 juta per tahun, misalnya, petani harus merogoh kocek hingga Rp180 juta. 

Perhitungan Denda

Denda tersebut dihitung berdasarkan luas pelanggaran (kawasan kebun dalam hutan) dikali jangka waktu dan tarif denda. Sementara tarif ditentukan berdasarkan pendapatan pendapatan bersih tahunan dikali persentase tutupan hutan, yakni 20 persen untuk tutupan rendah, 40 persen sedang, dan 60 persen tinggi.

"Karena ISPO adalah kepatuhan hukum. Kalau dia tidak menyelesaikan masalah denda yang ada di UU Cipta Kerja, tidak bisa dia ISPO. Dengan denda minimum (tutupan 20 persen) saya baru bisa ISPO setelah bayar Rp180 juta," ujarnya dalam Webinar "Refleksi 10 Tahun ISPO: Percepatan Sawit Indonesia Berkelanjutan", Rabu (22/9).

Terlebih, jangka waktu pembayaran denda minimal atau koefisien tarif rendah telah berakhir sejak 2 Agustus 2021.  "Kami harus diperhatikan negara karena tidak bisa kami dipaksa bayar denda ini," imbuh Gulat.

Ihwal Legalitas Lahan

Selain soal denda, UU Cipta Kerja juga dianggap memberatkan sebab persoalan legalitas dan status kepemilikan lahan juga jadi syarat untuk mendapatkan sertifikat ISPO. 

Dalam Pasal 110  UU tersebut, legalitas yang harus dimiliki mencakup lahan SHM serta Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B). Padahal, kerap kali perkebunan sawit swadaya terindikasi berada di kawasan hutan sehingga sangat sulit memiliki SHM dan STD-B. 

"Inilah salah satu hambatan petani sawit menuju syarat ISPO. Omnibus law ternyata tidak bisa menyelesaikan semua," jelas Gulat.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Cara Buka Rekening Bank Mandiri Online, Praktis dan Cepat!
4 Cara Download Video CapCut Tanpa Watermark Terbaru 2024
Cara Cek Sertifikat Tanah secara Online, Tak Usah Pergi ke BPN
Apa itu Monkey Business? Ini Ciri-ciri dan Cara Menghindarinya
Memasuki 39 Tahun, MSIG Life Kenalkan Budaya Kerja Baru
Omnicom Media Group Angkat Rohan Mahajan Jadi COO–Layanan Media