Sri Mulyani Tangkap Sinyal Krisis Keuangan Global, Apa yang Terjadi?

Inflasi sebabkan kenaikan suku bunga di berbagai negara.

Sri Mulyani Tangkap Sinyal Krisis Keuangan Global, Apa yang Terjadi?
Menteri Keuangan, Sri Mulyani. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menangkap sinyal krisis finansial global imbas dari kenaikan suku bunga bank The Federal Reserve. Pasalnya, untuk meredam inflasi berkepanjangan, bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut harus mengerek suku bunga lebih agresif.

"Fed Fund Rate (FFR) itu melakukan overshooting untuk memukul inflasi kembali turun, namun yang turun tak hanya inflasi tapi juga pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat," ujarnya di DPR, Selasa (7/6). "Jadi sekarang ini kita harus sangat hati-hati karena dengan tren suku bunga yang naik, potensi terjadinya krisis keuangan di berbagai negara di dunia, kita lihat akan mungkin terjadi," imbuhnya.

Menurut Sri Mulyani, kondisi saat ini sangat berbeda dengan situasi menjelang krisis dalam dua dekade terakhir. Pasalnya, meski mengalami tekanan ekonomi, dalam sepuluh tahun terakhir AS belum pernah menaikkan suku bunga dengan sangat agresif

"Itu adalah situasi exceptional. Tapi kalau lihat historisnya, sebenarnya suku bunga di AS pernah mencapai 5 persen, 6 persen, 9 persen, bahkan 20 persen pada saat inflasi mencapai 14 persen," imbuhnya.

Jika, AS melakukan penyesuaian pada tingkat suku bunganya secara lebih agresif dibandingkan satu dekade terakhir, maka resesi sangat mungkin terjadi akibat terganggunya konsumsi. Jika dikombinasikan dengan inflasi yang tak kunjung turun, maka kondisi ini bakal berujung pada stagflasi.

"Tahun ini kita lihat suku bunga 0,25 dan kemarin Fed Fund Rate (FFR) sudah naik 50 persen dan akan menuju ke 3,5 persen. Ini artinya dolar jadi sangat ketat dalam hal ini akan memberikan konsekuensi ke seluruh dunia karena interest rate global akan mengalami kenaikan," tuturnya 

Bukan cuma AS

Tak hanya di Amerika Serikat, krisis keuangan menurutnya juga bisa dipicu oleh kenaikan inflasi di negara-negara lain. Di Uni Eropa, misalnya, kenaikan suku bunga tak terhindarkan dengan angka inflasi yang telah mencapai 7 persen.

"Beberapa negara lain ada juga yang mengalami inflasi sudah tinggi, atau sangat tinggi seperti AS dan Inggris, Korea Selatan, Brazil, Rusia, Afrika, yang inflasinya di atas Indonesia, mereka sudah mulai menaikkan suku bunga," terangnya.

Bahkan di negara berkembang (emerging country), kenaikan suku bunga berpotensi lebih cepat untuk mencegah kaburnya aliran modal asing di pasar keuangan.

Meksiko, misalnya, telah menaikkan suku bunganya hingga 7 persen. Lalu, ada Afrika Selatan yang telah mencapai 4,75 persen dan Rusia yang sudah di angka 17 persen sebagai respons atas sanksi ekonomi yang diterapkan berbagai negara.

"Ini adalah situasi yang kita hadapi. Risiko yang berbeda dengan kondisi pandemi. Kalau pandemi, ekonomi berhenti namun masing-masing sebenarnya masih punya daya tahan kecuali pandemi yang terkena adalah rakyat bawah dan UMKM. Kalau sekarang suku bunga naik, maka yang terkena adalah korporasi dan sektor keuangan ini adalah potensi financial crisis," tandasnya.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Cara Buka Rekening Bank Mandiri Online, Praktis dan Cepat!
4 Cara Download Video CapCut Tanpa Watermark Terbaru 2024
Cara Cek Sertifikat Tanah secara Online, Tak Usah Pergi ke BPN
Apa itu Monkey Business? Ini Ciri-ciri dan Cara Menghindarinya
Memasuki 39 Tahun, MSIG Life Kenalkan Budaya Kerja Baru
Omnicom Media Group Angkat Rohan Mahajan Jadi COO–Layanan Media