Pemerintah Pastikan Tarif Listrik Naik Semester II 2022

Pemulihan ekonomi dan varian Omicron jadi pertimbangan.

Pemerintah Pastikan Tarif Listrik Naik Semester II 2022
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan penyesuaian tarif listrik atau automatic tariff adjustment (Atta) tak akan diberlakukan hingga kuartal kedua tahun ini. Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, kesepakatan itu diambil pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dengan mempertimbangkan kondisi pemulihan ekonomi nasional yang masih berlangsung.

Artinya kenaikan tarif listrik bagi pelanggan PLN baru akan berlangsung di Semester kedua tahun ini. Meski demikian, Rida menjelaskan bahwa waktu pelaksanaan tariff adjustment tersebut masih belum dibahas secara mendetail. "Mencermati kondisi yang berkembang di Banggar terakhir kita sepakat 2022 diterapkan maksimum 6 bulan. Artinya selebihnya tidak. Tapi tidak dijelaskan kapan berlakunya," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (18/1).

Selain itu, menurut Rida, penerapan tariff adjustment di semester II tahun ini juga akan mencermati kondisi pandemi yang berpotensi mengganas akibat merebaknya varian Omicron. Pasalnya, kondisi perekonomian akan sangat terpengaruh dengan peningkatan kasus aktif Covid-19 di dalam negeri.

"Kalau perekonomian dan pandemi ini semakin mereda dan makin pulih tentu saja kesempatan kita untuk membangun negeri ini lebih baik. Tanpa pandemi kan lebih baik. Jadi ini situasional, jangan ada lagi mudah-mudahan setelah Omicron," jelasnya.

Rida juga mengatakan bahwa implementasi automatic tariff adjustment yang seharusnya berlangsung sejak 2017 akan mengurangi beban pemerintah dalam pembiayaan APBN. Terlebih, untuk menahan tarif listrik tidak naik, pemerintah perlu merogoh anggaran hingga Rp25 triliun tiap tahunnya.

Kalau daya beli masyarakat sudah naik dan industri juga makin kompetitif, kenapa pula harus menahan Atta? Toh ini selama ini juga membebani APBN kan? Minimum, kan, Rp25 triliun tiap tahun," imbuhnya.

Kendati demikian Rida juga menyadari bahwa ongkos yang dikeluarkan pemerintah untuk menahan tarif listrik tak naik itu semata-mata agar perekonomian tetap bisa tumbuh. Terlebih di tengah situasi pelemahan daya beli masyarakat akibat Covid-19.

"Bagaimana pun itu ongkos untuk perekonomian terjaga terus. Apalagi sekarang, kalau ditreatment kayak sekarang, saya dengar komoditas lain juga naik, bisa dibayangkan inflasinya seperti apa," tuturnya.

Skema Subsidi Diubah

Dalam kesempatan tersebut, Rida juga memastikan bahwa pemerintah bakal mengubah skema penyaluran subsidi listrik berdasarkan target penerima. Langkah ini sejalan dengan rencana reformasi subsidi yang dilakukan pemerintah di mana penyaluran bantuan tak akan lagi berbasis komoditas seperti listrik, LPG dan BBM.

Dengan demikian, nantinya pelanggan listrik bersubsidi akan membayar tarif lebih tinggi, sama dengan pelanggan non-subsidi. Namun, mereka diberikan bantuan berupa uang tunai atau voucher yang dapat digunakan untuk mengurangi beban pembayaran listrik.

"Reformasi subsidi itu menyangkut dua hal. Mekanismenya sendiri, yang kedua tarifnya yang sejak 2003 (listrik bersubsidi) kita enggak pernah naikkan. Bagaimana bentuknya? Nantinya seluruh pelanggan PLN bayar sesuai tarifnya. Nanti yang subsidi dikasihi cash atau voucher dan dia tidak bisa digunakan lagi selain untuk membayar listrik. Itu lagi dogodok caranya, mekanismenya seperti apa," paparnya.

Rida menuturkan, hingga saat ini pemerintah masih melakukan pemutakhiran dan penyempurnaan data pelanggan yang akan menerima subsidi. Basis yang digunakan pun bukan lagi Identitas Diri Pelanggan (Idpel) PLN, melainkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang diperbarui kementerian sosial tiap bulan.

"Tapi itu engga kita serta-merta Mita pakai langsung tetapi harus di kroscek dengan Idpel PLN atau bahkan kemudian setelah itu kita juga mengecek NIK yang tentu saja ada di Kementerian Dalam Negeri. Dan nanti ujungnya, apalagi pandemi seperti ini sangat dinamis garis kemiskinan, mau tak mau verifikasi lapangan perlu dilaksanakan," tambahnya.

Ia juga memastikan bahwa nantinya pemerintah akan membuka posko pengaduan pelanggan untuk memastikan penyaluran lebih tepat sasaran. Skema tersebut sebelumnya telah dilakukan oleh pemerintah ketika mengubah kategori pelanggan untuk listrik 900VA bersubsidi dan non-subsidi.

"Namanya juga data pasti agak sulit untuk mengatakan sempurna. Untuk itu kita membuka posko pengaduan yang selama ini sudah berjalan. Persis as seperti kita melakukan rumah tangga 900VA," pungkasnya.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Maret 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

17 Film Termahal di Dunia, Memiliki Nilai yang Fantastis
Ada Modus Bobol Akun Bank via WhatsApp, Begini Cara Mitigasinya
Bea Cukai Kembali Jadi Samsak Kritik Warganet, Ini Respons Sri Mulyani
Rumah Tapak Diminati, Grup Lippo (LPCK) Raup Marketing Sales Rp325 M
Bahlil: Apple Belum Tindak Lanjuti Investasi di Indonesia
Stanchart: Kemenangan Prabowo Tak Serta Merta Tingkatkan Investasi