Rekor Tertinggi, Surplus Neraca Dagang Oktober 2021 US$5,73 Miliar

Surplus juga menyiratkan industri RI sedang bergairah.

Rekor Tertinggi, Surplus Neraca Dagang Oktober 2021 US$5,73 Miliar
Kendaraan melintas di dekat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (17/10/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan Indonesia kembali beroleh surplus neraca perdagangan (ekspor-impor) pada sepanjang Oktober 2021. Ini merupakan rekor tertinggi surplus neraca perdagangan, memecahkan rekor surplus Agustus 2021 yang mencapai US$4,47 miliar.

Seperti terlihat dalam catatan BPS, surplus neraca perdagangan pada bulan lalu mencapai US$5,73 miliar. Itu artinya surplus dagang tumbuh 31,1 persen dari US$4,37 miliar pada bulan sebelumnya. Secara tahunan (year-on-year/yoy) surplus juga melaju bahkan sebesar 60,1 persen.

“Secara tren neraca perdagangan Indonesia ini telah membubukan surplus selama 18 bulan beruntun,” kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers secara daring, Senin (15/11). “Dan kalau dilihat dari komoditas penyumbangnya, surplus terbesarnya dari bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, dan besi dan baja.”

Sementara jika ditengok berdasarkan negaranya, lanjut Margo, Amerika Serikat menjadi penyumbang surplus terbesar mencapai US$1,73 miliar. Berikutnya, Indonesia juga meraih surplus dengan Tiongkok (US$1,32 miliar) dan Filipina (US$685,7 juta).

Surplus pada Januari-Oktober 2021 ini mencapai US$30,81 miliar, atau tumbuh 82,0 persen secara yoy. Margo mengatakan, lembaganya berharap kinerja ekspor bisa dipertahankan sehingga surplus bisa terus melaju. Dengan begitu, berdampak pada pemulihan ekonomi Indonesia kelak.

Ekspor melaju, ditopang pertambangan

Surplus neraca dagang itu terwujud akibat selisih pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi daripada kenaikan impor. Menurut data BPS, ekspor pada periode sama meningkat 53,35 persen secara tahunan menjadi US$22,03 miliar.

Secara historis, nilai ekspor Indonesia sedemikian ini merupakan yang tertinggi sepanjang tahun ini. Bahkan, nilai ekspor Indonesia tersebut juga terbesar dibandingkan 2020 dan sebelum pandemi (2019).

Secara mendetail, ekspor tumbuh hampir di semua sektor. Ekspor minyak dan gas (migas) naik 66,84 persen, industri pengolahan meningkat 36,50 persen, dan pertambangan dan lainnya bahkan melaju 190,57 persen. Kecuali, ekspor pertanian yang menurun 3,32 persen.

Sepanjang sepuluh bulan pertama 2021 ini, nilai ekspor mencapai US$186,32 miliar, atau tumbuh 41,80 persen. Komoditas yang berkontribusi banyak terhadap ekspor, terdiri dari: lemak dan minyak hewan nabati (menyumbang 15,48 persen), dan BBM (14,42 persen).

Impor juga meningkat, industri dalam negeri bergairah

Data BPS juga menunjukkan, impor di periode sama tumbuh 51,06 persen secara tahunan menjadi US$16,29 miliar. Nilai impor Indonesia pada tahun ini selalu lebih tinggi baik dari 2019 maupun 2020, kecuali pada Januari 2021.

Secara perinci, berdasarkan kategori penggunaan barangnya, impor konsumsi tumbuh 53,45 persen. Setelahnya, impor bahan baku/penolong juga meningkat 55,82 persen dan barang modal naik 29,41 persen.

Menurut Margo Yuwono, kenaikan impor khususnya bahan baku/penolong dan barang modal menjadi indikasi baik bahwa permintaan di sektor industri sedang meningkat. Aktivitas industri tengah bergairah dan diharapkan berdampak pada perekonomian dalam negeri.

Dari Januari hingga Oktober 2021, nilai Impor Indonesia mencapai US$155,51 miliar, atau tumbuh 35,86 persen secara tahunan. Ada pun di periode sama Indonesia banyak mengimpor barang, seperti: mesin dan peralatan mekanis dan mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya.

Tantangan di masa mendatang

Sebelumnya, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB-UI) dalam Indonesian Economic Outlook 2022, menyatakan percepatan ekspor sepanjang 2021 terutama disumbang oleh tingginya harga komoditas yang menguntungkan Indonesia. Sedangkan, impor juga meningkat disumbang oleh harga minyak mentah dan pemulihan permintaan global.

Namun, lembaga tersebut mengingatkan, struktur perdagangan internasional Indonesia sebenarnya masih stagnan. Sebab, komoditas dominan ekspor masih terdiri dari sumber daya mineral, lemak, nabati, dan logam mulia.

Menurut mereka, struktur sedemikian ini mungkin akan menjadi tantangan jika dalam waktu dekat komoditas terkait tidak lagi diminta oleh negara lain. Soal lain yang patut diperhatikan, katanya, potensi gangguan pada rantai pasokan global akibat kenaikan biaya angkut dan logistik di Tiongkok.

“Strategi perluasan pasar dan diversifikasi produk diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut di masa mendatang,” kata Ekonom LPEM FEB-UI sekaligus tim peneliti Teuku Riefky.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar BRImo Secara Online Tanpa ke Bank, Ini Panduannya
Jumlah Negara di Dunia Berdasarkan Keanggotaan PBB
Erick Thohir Buka Kemungkinan Bawa Kasus Indofarma ke Jalur Hukum
Saat Harga Turun, Edwin Soeryadjaya Borong Saham SRTG Lagi
Lampaui Ekspektasi, Pendapatan Coinbase Naik Hingga US$1,6 Miliar
Mengenal Apa Itu UMA pada Saham dan Cara Menghadapinya