Mengapa Pemerintah Rusia Setop Pasokan Gas ke Polandia & Bulgaria?

Polandia & Bulgaria agaknya takkan penuhi permintaan Rusia.

Mengapa Pemerintah Rusia Setop Pasokan Gas ke Polandia & Bulgaria?
Visualisasi pembangunan pipa gas antara Eropa, Jerman, dan Rusia. Shutterstock/Frame Stock Footage
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Presiden Rusia, Vladimir Putin, tak main-main dengan ancamannya untuk menyetop pasokan gas alam ke negara Uni Eropa. Pemerintah Rusia mulai Rabu (27/4) mencabut suplai energi tersebut di Polandia dan Bulgaria.

PJSC Gazprom, perusahaan energi multinasional milik Rusia, mengingatkan Polandia dan Bulgaria, dua negara anggota Uni Eropa dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO, menurut Asociated Press (AP).

Sebelumya, Presiden Putin mendesak “negara-negara yang tidak ramah” harus melakukan transaksi dengan Gazprom dalam rubel, mata uang Rusia, dan bukan dolar Amerika Serikat (AS) maupun euro. Ini setelah Rusia dikenai sanksi ekonomi atas serangannya ke Ukraina.

Kala itu, Hanya Hongaria yang setuju untuk melakukannya. Negara-negara lain menolak karena permintaan itu dianggap penyelewengan kontrak secara sepihak yang tidak dapat diterima. Pada saat sama, itu merupakan bentuk pelanggaran atas sanksi dari Uni Eropa.

Jika pengiriman gas alam dihentikan, Eropa dapat mengalami kesulitan ekonomi. Meski begitu, ekonomi Rusia pada saat sama juga akan terpukul.

Pemerintaha Polandia dan Bulgaria mengatakan Rusia menghentikan pengiriman gas alam ke negaranya karena mereka menolak membayar dalam rubel Rusia.

Keuntungan rubel

Ilustrasi Konflik rusia-ukraina. Shutterstock/Tomasz Makowski

Uni Eropa mendapatkan sekitar 40 persen pasokan gas dari Rusia. Kawasan ekonomi tersebut membayar US$300 juta hingga US$1,2 miliar setiap harinya sepanjang tahun ini.

Kini hampir semua kontrak pembelian gas Rusia memakai mata uang euro atau dolar AS, menurut konsultan Rystad Energy.

Pembayaran dalam rubel akan menguntungkan ekonomi Rusia dan menopang mata uangnya. Secara khusus, permintaan Putin akan turut meningkatkan mata uang Rusia demi menopang sanksi dari negara-negara Barat.

Namun, sejumlah pembeli energi tersebut mengatakan akan terus membayar dalam euro karena kontraknya tidak memungkinkan perubahan mata uang.

Sejumlah ahli hukum mengatakan tidak mungkin Rusia dapat secara sepihak mengubah ketentuan kontrak.

"Kontrak dibuat antara dua pihak, dan biasanya dalam dolar AS atau euro," kata Tim Harcourt, Kepala Ekonom di Institut Kebijakan Publik dan Tata Kelola di University of Technology, Sydney, seperti dikutip dari ABC.

Rencana Polandia dan Bulgaria

Konflik Rusia-Ukraina. (Shutterstock/Tomas Ragina)

Penyetopan tersebut akan mempengaruhi pengiriman gas Rusia ke Polandia melalui pipa Yamal-Eropa, menurut perusahaan gas negara Polandia PGNiG. Sedangkan, ke Bulgaria melalui pipa TurkStream, kata Kementerian Energi negara itu.

Sejauh ini belum jelas apakah Polandia atau Bulgaria akan memenuhi tuntutan pemerintah Rusia. Sebab, kedua negara terlihat bergantung dengan pasokan dari Rusia.

Jalur Yamal-Eropa membawa gas dari Rusia ke Polandia dan Jerman, melalui Belarus. Polandia telah menerima sekitar 9 miliar meter kubik per tahun, atau sekitar 45 persen dari total kebutuhan negara.

PGNiG, yang kesepakatan gasnya dengan Rusia berakhir tahun ini, telah berulang kali mengatakan tidak akan mematuhi skema baru. Mereka juga takkan memperpanjang kontrak.

Bahkan, perseroan menyebut sedang mempertimbangkan tindakan hukum atas permintaan pembayaran dari pemerintah Rusia.

Menteri Iklim Polandia, Anna Moskwa, mengatakan pemerintahannya siap untuk melakukan tindakan hukum dimaksud. Itu setelah Polandia bekerja untuk mengurangi ketergantungannya pada sumber energi Rusia.

“Tidak akan ada kekurangan gas di rumah-rumah Polandia,” begitu pernyataan Anna Moskwa.

Sementara itu, Bulgaria mengatakan sedang bekerja dengan perusahaan gas negara untuk menemukan alternatif. Dipastikan tidak ada pembatasan konsumsi domestik untuk saat ini—meskipun negara tersebut memenuhi 90% kebutuhan gasnya dari impor Rusia.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan