Ketahuilah Suku Bajo yang Menginspirasi Film Avatar 2

Masyarakat suku bajo mampu bertahan di tengah laut.

Ketahuilah Suku Bajo yang Menginspirasi Film Avatar 2
Ilustrasi Suku Bajo/Dok Pesona Indonesia
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Film Avatar 2: Way of Water besutan sutradara James Cameron terinspirasi Suku Bajau (Bajo) yang tinggal di Indonesia. Suku Na'vi atau Avatar yang mendiami laut di Pandora dalam Avatar 2: Way of Water mirip seperti kehidupan Suku Bajo telah lama dikenal sebagai orang-orang laut yang andal.

Cameron mengungkapkan, budaya dan arsitektur khas orang Bajo muncul dalam film tersebut. Bahkan, Cameron bersama timnya telah melakukan riset terhadap Suku Bajo sebelum menelurkan film fenomenal ini.

"Ada orang laut di Indonesia (Bajo) yang hidup di rumah panggung (di laut) dan di atas rakit dan semacamnya," kata Cameron, pada Youtube National Geographic yang dikutip di Jakarta, Kamis (22/12).

Dalam film itu juga terlihat dengan jelas, nuansa tempat tinggal Suku Bajo, di mana Desa Awa'atlu tempat orang Na'vi suku Metkayina tinggal berada di tepi pantai yang diisi rumah-rumah panggung dan atap-atap anyaman. Mereka ingin berintegrasi dengan alam dengan cara simbiosis dan yang menunjukkan rasa syukur atas lingkungan hidup mereka. 

"Jadi kami harus menghadirkan arsitektur khas mereka (di film ini)," tambahnya.

Mampu bertahan di tengah laut

Poster Film Avatar/Dok Century Studio

Pelaut dari Tanah Sulawesi ini mampu bertahan di tengah laut dalam waktu lama dengan hanya menggunakan perahu kayu serta mengandalkan rasi bintang sebagai pengganti kompas. Perahu dengan sampan tak pernah lepas dari gengamannya. Mereka sang pengelana bertahan hidup dari laut.

Menurut sejarah, orang-orang suku Bajo berasal dari Kepulauan Sulu di wilayah Filipina Selatan yang hidup nomaden di lautan lepas. Perjalanan di laut lepas membawa mereka masuk ke wilayah Indonesia, salah satunya di sekitar Pulau Sulawesi ratusan tahun lalu. 

Berprofesi sebagai nelayan, orang-orang Bajo memiliki kelihaian dalam menjalankan profesi mereka. Salah satunya adalah kemampuan berenang mereka sambil menahan nafas di dalam air dengan durasi yang cukup panjang. 

Banyak anggota suku Bajo yang dapat menahan nafas mereka ketika menyelam mencari ikan ataupun gurita. Kemampuan tersebut tentunya merupakan kemampuan yang sangat luar biasa. Saat ini suku Bajo sudah banyak membaur dengan suku-suku lainnya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tak sedikit juga orang Bajo yang mendiami Pulau Papan dan menikah dengan orang lokal.

Sebagian besar beragama islam

Petani Rumput Laut/ Dok LPEI

Koordinator Kelompok Studi Maritim Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dedi Supriadi Adhuri, menyebut kemampuan itu adalah hasil adaptasi dari kebiasaan Orang Bajo yang hampir 24 jam hidup di laut. "Secara fisik mereka beradaptasi juga. Mereka dibanding dengan suku bangsa lain di Indonesia, bisa bertahan di dalam laut lebih lama," ucap Dedi kepada CNNIndonesia.com.

Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo),Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya.

Sebagian besar Suku Bajo memeluk agama Islam. Mereka juga memili banyak sebutan. Orang Jawa menyebut mereka Bujuus. Orang Melayu menyebutnya Celates. Di perairan Selat Makassar, mereka disebut Bajau atau Bajo. Sementara itu, mereka sendiri menyebut dirinya Orang Sama. 

Dedi mengatakan, awalnya orang Bajo memang tinggal di perahu, mengapung di lautan. Namun, semakin ke sini Orang Bajo mulai banyak yang tinggal di daratan.

"Ada yang sudah hidup di pesisir. Yang hidup di daratan. Sebagian rumah biasanya masih di atas air," ujarnya.

Bicara mengenai Orang Bajo adalah bicara tentang pengembara lautan. Meski, asal usulnya belum diketahui secara pasti. Tak hanya Indonesia, Suku Bajo juga ada yang ditemukan bermukim di perairan Sabah, Malaysia, dan Tawi-Tawi serta Mindanao, Filipina.

Dari suku Bajo, kita bisa belajar bagaimana mereka bisa hidup berdampingan dengan lingkungan tanpa merusak dan juga bijaksana dalam mengelola sumber daya. Nilai-nilai tersebut bisa kita implementasikan di kehidupan sehari-hari agar masa depan sumber daya bagi generasi mendatang bisa tetap terjaga dengan baik.

Related Topics

Suku BajoAvatar 2

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Cara Daftar BRImo Secara Online Tanpa ke Bank, Ini Panduannya
Cara Cek Sertifikat Tanah secara Online, Tak Usah Pergi ke BPN
Jumlah Negara di Dunia Berdasarkan Keanggotaan PBB
Erick Thohir Buka Kemungkinan Bawa Kasus Indofarma ke Jalur Hukum
Daftar Emiten Buyback Saham per Mei 2024, Big Caps!
Pabrik BATA Purwakarta Tutup, Asosiasi: Pasar Domestik Menantang