Pemerintah Dunia Didesak Setop Pembiayaan Batu Bara dan Migas

Demi menjaga pemanasan Bumi tetap di bawah 1,5 derajat C

Pemerintah Dunia Didesak Setop Pembiayaan Batu Bara dan Migas
Kapal pengangkut batu bara. (ShutterStock/ImagineStock)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Sehari sebelum Konferensi Tingkat Tinggi Energi PBB, 200-an organisasi masyarakat sipil (OMS) dari 40 negara mendesak para pemimpin dunia mengakhiri pendanaan publik internasional untuk batu bara, minyak dan gas.

Dalam seruannya, OMS menyoroti permodelan Badan Energi Internasional yang menunjukkan bahwa pembatasan pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius membutuhkan penghentian investasi di ladang minyak dan gas baru serta tambang batu bara pada 2021. Plus, pengurangan produksi dan penggunaan bahan bakar fosil secara signifikan.

Akan tetapi, anggota G20 masih menyediakan pembiayaan publik senilai US$77 miliar untuk bahan bakar fosil. “Itu lebih tinggi tiga kali lipat daripada (pembiayaan) untuk energi terbarukan (US$28 miliar),” tulis lembaga riset, komunikasi, dan advokasi Oil Change International dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (24/9).

1. Seruan Transisi Pembiayaan ke Energi Terbarukan

Lebih-lebih, menurut data terbaru yang dilampirkan OMS, pembiayaan bahan bakar fosil oleh negara-negara kaya masih lebih banyak ketimbang estimasi penajaan iklim mereka. Hal seperti itu akan membebani negara-negara Selatan dunia dengan utang fiskal, serta memperbesar risiko perubahan iklim tak terkendali, menurut Direktur Eksekutif Climate Action Network International, Tasneem Essop.

“Pemerintah dan lembaga keuangan publik bertanggung jawab berinvestasi dalam transisi energi yang adil dengan mengalihkan pembiayaan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan,” ujar Essop.

OMS menyatakan, biaya energi terbarukan seperti angin dan matahari kini lebih kompetitif dan dapat memenuhi permintaan listrik dan keperluan memasak di area Selatan dunia.

2. Penghapusan Batu Bara dan Migas Harus Dipercepat

Desakan tersebut mengudara setelah sejumlah negara mengadopsi kebijakan untuk mengurangi investasi bahan bakar fosil, seperti langkah Inggris Raya pada Maret lalu. Bank Investasi Eropa, FMO (Bank Pembangunan Belanda), dan Badan Pembangunan Prancis juga membatasi pembiayaan migas.

Akan tetapi, OMS menganggap inisiasi itu perlu dipercepat demi menjaga suhu dunia di bawah 1,5 derajat Celcius. Negara-negara kaya, seperti Amerika Serikat (AS) pun dipaksa untuk segera menerapkan kebijakan serupa.

Koordinator Asian Peoples’ Movement on Debt and Development (APMDD), Lidy Nacpil mengatakan, “laporan terbaru dari IPCC menyebut, Bumi telah mencapai tingkat rerata pemanasan 1,09 derajat. Tak ada lagi waktu dan alasan menunda penghapusan batu bara, gas, dan minyak secara bertahap.”

3. Negara Kaya Perlu Mendukung Negara Selatan Bumi

Menurut Climate Policy Lead dari Christian Aid, Katherine Kramer, keputusan penyetopan pembiayaan bahan bakar fosil oleh beberapa negara memberi sinyal kepada investor: energi itu sudah tak lagi punya masa depan.

“Pemerintah negara-negara kaya juga perlu aktif mendukung negara di bagian Selatan Bumi untuk menghentikan (penggunaan) energi kotor dan berkembang secara berkelanjutan,” tambahnya.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M