Menparekraf: Labuan Bajo Banjir Akibat Curah Hujan dan Lahan Tandus
Banyak proyek yang dianggap tak punya kajian matang.
Jakarta, FORTUNE –Banjir bandang melanda kawasan Labuan Bajo, Manggarai barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) pekan lalu. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno, mengatakan bahwa bencana ini diakibatkan oleh tingginya intensitas curah hujan dan banyaknya lahan tandus.
“Jadi harus kita selaraskan, dan harus kita hitung, serta analisa, apa saja yang bisa kita lakukan untuk bisa menghindari (bila terjadi) banjir bandang selanjutnya. Tentunya, biaya ini akan ada yang harus dianggarkan untuk pemulihan dan recovery,” ujar Menteri Sandiaga dalam Weekly Press Briefing, Senin (10/4).
Sebagai salah satu kawasan destinasi wisata super prioritas dan venue perhelatan KTT ASEAN bulan Mei mendatang, kesiapan destinasi yang berkaitan dengan penanggulangan bencana harus diprioritaskan. “Kami langsung menginstruksikan pemerintah daerah dan BPPD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan penanganan, karena cuaca ekstrem ini akan terus berlanjut,” kata Sandiaga.
Pemerintah akan melakukan langkah mitigasi, prevensi, dan koreksi agar dampak bencana banjir bandang yang terjadi bisa segera diatasi, termasuk dilakukannya kajian intensif dan intervensi langsung. “Labuan Bajo tetap kondusif dan siap untuk menerima kepala negara ASEAN di bulan Mei 2023,” katanya.
Banjir Labuan Bajo
Sebelumnya, bencana banjir melanda sejumlah kawasan di Labuan Bajo, akibat hujan lebat yang mengguyur sejak Selasa malam (4/4). Adapun, wilayah yang terdampak banjir adalah Gang Pengadilan, Wae Mata, Sernaru, Kampung Air, Marombok, Gang Perikanan, Kaper dan Pasar Baru.
Menurut Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BPBD Kabupaten Sumbawa, sedikitnya ada 829 jiwa dari 208 KK yang tinggal di 13 desa 5 kecamatan telah terdampak bencana tersebut. Bahkan, banjir bandang ini telah menghanyutkan 12 rumah dan 34 rumah lainnya terendam banjir.
Proyek tanpa kajian
BPBD menyebut sebab utama banjir bandang ini adalah intensitas hujan tinggi dan lahan tandus. Namun, sejumlah pihak beranggapan banjir dikarenakan sejumlah proyek bisnis pariwisata yang tengah dikerjakan oleh Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo (BPO-LBF) bersama Kemenparekraf, dengan menggusur 400 wilayah hutan Bowosie yang selama ini menjadi hutan penyangga kota Labuan Bajo.
Mengutip Floresa.co (5/4), aktivis lingkungan, Doni Parera, mengatakan bahwa bencana banjir ini jadi peringatan serius bagi proyek-proyek pemerintah yang amburadul dan mengabaikan keselamatan lingkungan. “Ini alarm dari alam. Jika nurani kita jernih menangkap pesan dari alam ini, maka stop babat hutan. Berhentilah jadi tamak, hargai alam,” ujarnya.
Selain itu, akun Twitter @KawanBaikKomodo menuliskan, “Labuan Bajo dilanda banjir. Wilayah yang digadang-gadang jadi kota wisata super premium itu terancam menjadi jadi kota super prihatin. Banjir. Seperti Jakarta,” tulis akun tersebut (5/4).
Selain proyek pariwisata, terdapat juga proyek persemaian modern yang diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seluas 30 hektare, di Satar Kodi, yang masih masuk area Hutan Bowosie.
Pemerintah juga disebut gencar membangun berbagai infrastruktur yang dianggap tak memperhitungkan dampak bagi lingkungan, seperti reklamasi pantai yang merusak ekosistem laut maupun jalan dan pedestrian dalam kota yang tidak disertai penataan drainase dan sebabkan banyak genangan.