Jakarta, FORTUNE - Wacana kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 8 hingga 15 persen oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sempat membuat resah masyarakat dan menuai berbagai komentar di media sosial.
Wacana tersebut pertama kali disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Aan Suhanan saat Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI di Jakarta Pusat, Senin (30/6). Ia menyebut keputusan tersebut sudah memasuki kajian tahap akhir dan aturan baru akan meluncur dalam waktu dekat.
Menanggapi kondisi tersebut, Government Relation Specialist Maxim Indonesia (Maxim), Muhammad Rafi Assagaf mengimbau Kemenhub dan jajaran Pemerintah untuk mengkaji ulang keputusan tersebut karena bisa membebani pengguna hingga mitra pengemudi.
Rafi menyatakan, masyarakat sebagai pengguna akan menjadi pihak yang paling dirugikan terutama bagi mereka yang menggantungkan layanan transportasi daring untuk memenuhi kebutuhan sekaligus mendukung pekerjaan dan aktivitas usaha.
“Kenaikan tarif akan membuat masyarakat mengurangi pemesanan perjalanan dan membuat beberapa pengguna cenderung tidak memesan layanan ehailing untuk jarak dekat. Waktu penjemputan dan proporsi pesanan yang dibatalkan juga akan meningkat,” kata Rafi melalui keterangan tertulis yang diterima Fortune Indonesia di Jakarta, (3/7).
Adapun, kenaikan tarif ini juga memiliki risiko kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekosistem digital. Kenaikan tarif bisa berdampak signifikan pada penurunan permintaan dan frekuensi penggunaan layanan. Dengan menurunnya jumlah orderan, hal ini tentunya dapat mengurangi pendapatan mitra pengemudi.