Bisnis Waralaba Diharapkan Jadi Penopang di Tengah Gejolak Ekonomi

Jakarta, FORTUNE - Ketidakpastian ekonomi global terus membayangi berbagai sektor usaha, termasuk industri waralaba. Apabila daya beli masyarakat terus tertekan, bisnis berbasis kemitraan ini juga berpotensi mengalami perlambatan.
Namun, Direktur Bina Usaha Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Septo Soepriyatno, menilai waralaba justru bisa menjadi solusi untuk memperkuat fondasi ekonomi domestik. Menurutnya, sistem waralaba yang terstandarisasi serta mudah diakses dapat mendorong pertumbuhan wirausaha di dalam negeri.
"Kami harapkan waralaba dapat menjadi solusi memperkuat fondasi ekonomi nasional melalui akses yang mudah untuk memulai usaha dan sistem bisnis yang terstandarisasi," ujar Septo dalam konferensi pers IFRA x ICE 2025, Rabu (16/4).
Septo mengungkapkan bahwa saat ini rasio kewirausahaan Indonesia baru mencapai 3,35 persen dari total angkatan kerja, masih tertinggal dari negara-negara maju yang rata-rata berada di atas 4%. Ia menargetkan, kontribusi pelaku usaha waralaba dapat tumbuh hingga mencapai 5% dari total tenaga kerja.
"Kami coba untuk menjangkau wilayah-wilayah dengan potensi besar, terutama di luar Pulau Jawa dan Sumatera," katanya.
Mengandalkan sektor kuliner
Berdasarkan data Kemendag per Februari 2025, tercatat ada 311 pemberi waralaba yang telah mengantongi Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW), terdiri dari 157 waralaba lokal dan 154 waralaba asing. Sektor kuliner masih mendominasi dengan kontribusi sebesar 47,77 persen, disusul jasa kecantikan, pendidikan nonformal, ritel, dan lainnya.
Industri waralaba juga tercatat menyerap 97.872 tenaga kerja lokal pada 2024, dengan omzet mencapai Rp 143,25 triliun. Tercatat ada 34.503 gerai yang dikelola sendiri, serta 13.786 unit yang diwaralabakan. Pemerintah tengah mengkaji berbagai kebijakan dan insentif untuk mendukung sektor ini.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), Anang Sukandar, menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mendukung pertumbuhan waralaba dari tahap awal, mulai dari inkubasi hingga pendampingan.
"Memang tidak mudah. Dari awal mulai inkubator sampai pendampingan, pemerintah perlu turun, setidaknya pemerintah daerah. (Dari sisi pelaku usaha) juga jangan asal-asalan, jangan asal mau cepat dapat duit," ujarnya.
Anang juga optimistis industri waralaba mampu bertahan menghadapi ketidakpastian, sebagaimana terbukti saat masa pandemi COVID-19 lalu, berkat kuatnya konsumsi dalam negeri.
Memperkuat lewat pameran
Dalam rangka memperkuat sektor ini, AFI bekerja sama dengan Dyandra Promosindo akan kembali menggelar pameran International Franchise, License and Business Concept Expo and Conference (IFRA).
Ajang bertajuk The 23rd IFRA x Indonesia Culinary Expo (ICE) 2025 akan berlangsung pada 25–27 April 2025 di ICE BSD City, dan kembali digelar pada 29–31 Agustus 2025 di Jakarta Convention Center (JCC).
Presiden Direktur PT Dyandra Promosindo, Daswar Marpaung, menegaskan IFRA menjadi momentum penting untuk menggerakkan sektor riil dan menjamin kredibilitas pelaku usaha yang tampil dalam pameran tersebut.
"Jadi yang ditawarkan adalah investasi yang riil. Ada barang dan proses produksi yang bisa dilihat. Kami ingin memastikan transaksi franchise tidak bermasalah, nggak ada investasi bodong," kata Daswar.
Meski kondisi ekonomi belum sepenuhnya stabil, Daswar memperkirakan nilai transaksi selama pameran IFRA tahun ini tetap bisa menyentuh angka Rp 1,5 triliun dalam satu gelaran, sehingga total transaksi diharapkan menyentuh Rp3 triliun.
"Tetap optimistis, tapi sulit untuk meningkatkan target dengan situasi sekarang, minimal bisa sama (seperti transaksi tahun lalu)," katanya.