Jakarta, FORTUNE — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan terus menjalin komunikasi intensif dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US-FDA) terkait temuan cemaran radioaktif cesium-137 (Cs-137) pada ekspor udang dan cengkih asal Indonesia.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menyatakan kerja sama yang dibangun kedua lembaga bertujuan menjaga kepercayaan pasar internasional sekaligus melindungi kepentingan industri nasional.
“Walaupun kadar Cs-137 yang ditemukan berada di bawah standar aman, US-FDA tetap mengambil langkah kehati-hatian untuk melindungi warganya. Itu adalah hak mereka, dan kami menghormati keputusan tersebut,” kata Taruna usai membuka The 16th Annual Meeting of the WHO-International Regulatory Cooperation for Herbal Medicine (WHO-IRCH) Network 2025 di Jakarta, Selasa (14/10)
Ia menjelaskan, kepercayaan di antara kedua lembaga pengawas obat dan makanan itu sudah terjalin melalui kerja sama yang disebut Joint Confidential Collaboration. Dalam kesepakatan tersebut, BPOM ditunjuk oleh US-FDA menjalankan dua peran strategis, yakni sebagai Entity Certificate dan National Contact Point.
“Artinya, seluruh produk yang akan diekspor nantinya memerlukan sertifikasi dari BPOM untuk keperluan clearance. Selain itu, kami juga menjadi penghubung resmi dalam komunikasi bilateral dengan US-FDA,” kata Taruna.
Dalam menangani isu Cs-137, BPOM juga bekerja sama dengan Satuan Tugas (Satgas) yang diketuai oleh Kementerian Koordinator Bidang Pangan, dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sebagai salah satu pimpinan. Melalui sinergi tersebut, BPOM menegaskan komitmennya untuk memastikan seluruh produk ekspor Indonesia aman dan memenuhi standar internasional.
“Demi Merah Putih, kami menjalankan kolaborasi ini dengan sungguh-sungguh. Setiap produk yang terdeteksi tercemar akan kami dekontaminasi dan dimusnahkan,” kata Taruna.
Ia menambahkan, langkah BPOM dilakukan secara ilmiah dan transparan, sejalan dengan prinsip US-FDA yang menilai isu keamanan pangan berdasarkan pendekatan saintifik, bukan politik.
“Kami ingin menunjukkan bahwa BPOM Indonesia menangani isu ini secara profesional, terukur, dan sesuai dengan kaidah ilmiah,” katanya.
Taruna optimistis, komunikasi aktif dan pendekatan berbasis sains yang dilakukan Indonesia akan berbuah hasil positif dalam waktu dekat.
“Kami berharap status red list maupun yellow list terhadap produk Indonesia bisa segera dicabut,” katanya.