Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
ilustrasi mrt jakarta (Wikimedia Commons/irfan Muhammad)

Intinya sih...

  • Proyek MRT Jakarta menghadapi banyak tantangan, termasuk kepercayaan rendah masyarakat dan perlawanan dari komunitas lokal.

  • Meskipun menghadapi kritik dan skeptisisme, Jokowi tetap menunjukkan kepercayaan penuh terhadap tim MRT.

Jakarta, FORTUNE - Jakarta telah memiliki moda transportasi modern yang menjadi kebanggaan ibu kota: MRT Jakarta. Namun, sedikit yang tahu bagaimana proyek ini sempat diragukan banyak pihak sebelum akhirnya terwujud.

Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, mengenang bagaimana peran Joko Widodo (Jokowi) dalam mewujudkan proyek ini saat mantan Walikota Solo itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Gagasan MRT Jakarta sebetulnya pertama kali dicetuskan oleh teknokrat B.J. Habibie pada 1985, ketika ia menjabat sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Setelah melalui berbagai kepemimpinan gubernur, barulah proyek ini benar-benar dieksekusi pada Oktober 2013 pada era kepemimpinan Jokowi.

Sebagai salah satu orang pertama di PT MRT Jakarta, Tuhiyat mengingat betapa rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proyek ini. Banyak yang pesimistis, terutama setelah kegagalan proyek monorel yang meninggalkan tiang-tiang pancang terbengkalai di berbagai sudut kota, seperti Kuningan dan Senayan. Bahkan, tidak sedikit yang menggelar demonstrasi menentang proyek ini.

“Dari zero pada saat itu. Didemo banyak orang karena tidak akan jadi,” kata Tuhiyat kepada Fortune Indonesia tahun lalu.

Namun, di tengah kritik dan skeptisisme, Jokowi tetap menunjukkan kepercayaan penuh terhadap tim MRT. Ia sering mengunjungi kantor manajemen MRT di lantai 21 Wisma Nusantara, Jakarta, yang menjadi pusat perencanaan dan koordinasi proyek. Setiap Senin sore, Jokowi datang untuk memastikan bahwa proyek berjalan sesuai rencana.

Tuntutan tegas Jokowi untuk groundbreaking

Tuhiyat yang kala itu menjabat sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi MRT Jakarta, masih mengingat bagaimana Jokowi dengan tegas meminta agar proyek ini benar-benar dimulai.

“Waktu itu Juni. [Jokowi menginginkan] Oktober tanggal sekian groundbreaking. Itu mau enggak mau [harus terlaksana]. Jadi, kami harus siap posisinya,” kata dia.

Instruksi itu menjadi pendorong utama bagi empat petinggi MRT Jakarta saat itu. Mereka bekerja keras untuk menyiapkan pembiayaan, membentuk tim operasional, serta mengoordinasikan persiapan teknis pembangunan.

Akhirnya, pada 10 Oktober 2013, peletakan batu pertama MRT Jakarta dilakukan di lokasi yang kini menjadi Stasiun Dukuh Atas. Momen itu menandai awal pembangunan jalur MRT fase 1 sepanjang 16 kilometer dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI, yang kini telah beroperasi dan melayani ribuan penumpang setiap hari.

Tantangan dan tekad

Dalam pembangunannya, proyek MRT Jakarta didanai oleh pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta pinjaman dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Teknologi canggih dan metode konstruksi terbaru diterapkan untuk mengatasi berbagai tantangan geologi dan perkotaan di Jakarta, termasuk penggalian terowongan bawah tanah dan pembangunan jalur layang di tengah kepadatan kota.

Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah perlawanan dari komunitas lokal. Di kawasan Lebak Bulus, misalnya, yang dulu merupakan stadion sepak bola, para kontraktor sempat mendapat hadangan dari para jawara setempat. Namun, pendekatan komunikatif dan koordinasi yang intensif dengan berbagai pihak berhasil meredam ketegangan dan memastikan proyek tetap berjalan sesuai rencana.

Bagi Tuhiyat sendiri, keterlibatannya dalam MRT Jakarta adalah perjalanan penuh tantangan. Ia harus meninggalkan zona nyaman setelah belasan tahun berkarier di PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. Namun, keyakinannya bahwa proyek ini akan memberikan warisan besar bagi masyarakat membuatnya mantap melangkah.

 

Editorial Team