NEWS

IMF Sebut Indonesia Dihantui Perusahaan Zombie, Apa Itu?

Perusahaan zombie, hidup segan mati tak mau.

IMF Sebut Indonesia Dihantui Perusahaan Zombie, Apa Itu?ilustrasi biaya overhead (unsplash.com/Sasun Bughdaryan)
05 July 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - International Monetary Fund atau IMF mengeluarkan peringatan kepada Indonesia terkait kemunculan perusahaan-perusahaan zombie di Tanah Air. IMF menyebut bahwa di masa depan akan ada peningkatan jumlah perusahaan zombie di Indonesia sebagai dampak dari pandemi Covid-19 dan kenaikan suku bunga baru-baru ini.

IMF menyebutkan dalam laporan terbarunya yang dirilis Selasa (4/7), Indonesia sebenarnya telah melonggarkan kredit hingga Maret 2024 untuk mengurangi dampak dari kenaikan suku bunga. Meskipun demikian, kebijakan relaksasi tersebut tidak berlaku untuk semua perusahaan karena hanya perusahaan tertentu yang memenuhi syarat yang dapat memanfaatkan kebijakan relaksasi tersebut.

Sementara itu, kondisi bertolak belakang dialami perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi syarat, ada tekanan yang lebih besar menghantui di depan mata. Risiko ini yang ditekankan oleh IMF, yaitu peningkatan jumlah perusahaan 'zombie' karena perusahaan-perusahaan tersebut tetap bertahan meskipun dalam kondisi yang sulit.

“Memperpanjang relaksasi kredit terus meningkatkan risiko moral hazard, penundaan pengumuman kerugian, dan memperpanjang keberadaan perusahaan 'zombie'," tulis IMF dalam laporannya.

Atas prediksi tersebut, IMF mengusulkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar tidak lagi memperpanjang kebijakan relaksasi klasifikasi kredit setelah masa berlakunya berakhir pada Maret 2024 mendatang. Menurut IMF, akan lebih baik jika penggunaan instrumen makroprudensial yang telah mulai diterapkan untuk mendorong penyaluran kredit oleh lembaga perbankan agar kinerja kredit tetap baik tanpa perlu melakukan restrukturisasi.

Apa itu perusahaan zombie?

Tak ada definisi resmi yang menggambarkan perusahaan zombie. Namun, istilah ini sering kali dipakai untuk melabeli perusahaan yang mampu menghasilkan pendapatan cukup untuk terus beroperasi dan membayar utang, tetapi tidak mampu melunasi utang tersebut. 

Dengan kata lain, perusahaan zombie di atas kertas memang mampu menjalankan usaha dan secara umum diterima. Namun, tidak memiliki stabilitas ekonomi dan bergantung pada dukungan dari bank dan pasar modal. Keuangan perusahaan hanya mampu untuk memenuhi biaya rutin seperti gaji karyawan, sewa, dan pembayaran bunga utang, tetapi tidak memiliki modal yang cukup untuk melakukan investasi yang dapat mendorong pertumbuhan perusahaan.

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia dan mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani, mengakui bahwa pernyataan IMF ada benarnya.

“Bila perusahaan terdampak covid tidak punya modal lagi untuk menutup kekurangan cicilan ke bank, kemungkinannya akan dipailitkan bank atau seperti zombie yang disebutkan oleh IMF. Artinya perusahaan tersebut mencoba memperpanjang selama mungkin untuk cicilannya," katanya, mengutip CNN Indonesia pada Rabu (5/7).

Menurutnya, perusahaan zombie mulai bermunculan karena di Indonesia tidak mengenal sistem hair cut atau potongan terhadap pokok pinjaman perbankan. Perbankan maksimal hanya bisa menghapus denda administrasi dan bunga.  Persoalan  regulasi perbankan oleh OJK sangat ketat terhadap rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) digadang menjadi katalis munculnya perusahaan zombie ini. Alhasil, bila ada perusahaan yang mengalami kesulitan, termasuk tertekan dampak pandemi, tidak punya modal untuk menutup kekurangan pembayaran cicilan ke bank mereka bisa dipailitkan seperti zombie.

Indikator perusahaan zombie

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, memerinci beberaoa indikator yang menunjukkan suatu perusahaan sebagai perusahaan zombie. Fenomena ini dikatakan sudah terjadi sejak lama dan pandemi Covid-19 bukanlah satu-satunya penyebabnya.

1. Perusahaan hanya dapat bertahan dengan mengandalkan utang

Perusahaan terus menerbitkan utang baru untuk membayar utang yang jatuh tempo. Hal ini dapat terlihat dari rasio utang terhadap ekuitas atau modal (debt to equity ratio). Apabila rasio utang terhadap ekuitas tinggi, maka perusahaan tersebut dianggap tidak sehat. Menurutnya, kondisi seperti ini sering ditemukan di perusahaan konstruksi.

Sebagai gambaran, di Amerika Serikat jumlah perusahaan zombie relatif sedikit. Secara umum, mereka termasuk dalam kategori perusahaan kecil di antara sektor swasta dan publik. Banyak pula perusahaan zombie di Amerika Serikat terkonsentrasi di sektor manufaktur dan ritel.

2. Kurangnya inovasi

Perusahaan zombie minim inovasi, tetapi masih dapat bertahan karena menerima subsidi dari pemerintah. Bhima mengutip fenomena perusahaan zombie yang terjadi di Jepang pada tahun 1990-an. Pada saat itu, banyak perusahaan yang seharusnya ditutup tetapi tetap mendapatkan dukungan dari pemerintah berupa dana talangan, insentif pajak, dan subsidi. Namun, perusahaan-perusahaan tersebut tidak memberikan keuntungan atau dividen.

Perusahaan zombie, menurut Bima, biasanya terlihat jelas ketika suku bunga naik. Ketika ini terjadi, biaya pinjaman meningkat dan perusahaan kesulitan untuk membayar utang yang jatuh tempo. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan ekonomi yang besar, yang membutuhkan intervensi pemerintah dalam bentuk penyertaan modal negara atau suntikan pinjaman baru dari bank-bank milik negara. Hal ini dapat membuat sistem ekonomi menjadi seperti zombie, tetap bertahan tetapi tidak berfungsi secara optimal.

Namun, pada masa itu, biaya pinjaman masih rendah sehingga perusahaan zombie dapat bertahan. Namun, situasinya berubah ketika suku bunga naik, membuat perusahaan semakin kesulitan untuk membayar utang.

Bhima menyebutkan bahwa sekitar 19 hingga 20 persen perusahaan zombie tercatat di Bursa Efek Indonesia. Untuk itu, ia menyarankan pemerintah untuk secara tegas menghentikan dukungan terhadap perusahaan yang tidak efisien dan yang menggunakan dalih monopoli negara. Penting pula bagi pemerintah dalam memilih secara bijaksana dalam memberikan penyertaan modal negara (PMN) dan memastikan insentif pajak memberikan dampak positif bagi profitabilitas perusahaan.

Related Topics