Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IMG_20250822_151908.jpg
Chief Operation Officer Danantara Dony Oskaria saat ditemui di Gedung Smesco yang menjelaskan peran Danantara dalam penguatan UMKM dalam negeri, Jumat (22/8). (Eko Wahyudi/Fortune Indonesia)

Intinya sih...

  • Danantara bertemu dengan Direktur Utama KAI untuk membahas penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

  • COO Danantara, Dony Oskaria, menyatakan penjajakan intensif untuk menyelesaikan masalah keuangan Whoosh sudah masuk dalam RKAP tahun ini.

  • Direktur Utama KAI mengakui bahwa masalah utang Whoosh merupakan persoalan serius yang harus segera dicari solusinya bersama Danantara.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) mulai turun tangan mencari solusi atas masalah utang jumbo proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Langkah ini diambil setelah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) mendapat sorotan tajam dari Komisi VI DPR RI yang menyebut utang proyek tersebut sebagai "bom waktu".

Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, mengonfirmasi pihaknya telah bertemu langsung dengan Direktur Utama KAI dan sedang melakukan penjajakan intensif. Ia memastikan penyelesaian masalah keuangan Whoosh telah masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Danantara tahun ini.

“Ini sedang kita jajaki, tentu akan kita bereskan proses itu. Seperti yang disampaikan Dirut KAI di DPR, akan kita selesaikan, termasuk dalam RKAP kita tahun ini,” kata Dony di Gedung Smesco, Jakarta, Jumat (22/8).

Tekanan untuk segera menyelesaikan masalah ini menguat setelah rapat kerja Komisi VI DPR RI dengan manajemen KAI pada Rabu (20/8). Para legislator khawatir utang proyek strategis ini dapat mengancam kinerja sehat KAI yang saat ini masih membukukan laba.

Bagi Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, isu ini menjadi tantangan besar pertamanya. Baru dilantik pada 12 Agustus 2025, ia langsung dihadapkan pada kritik tajam terkait beban investasi terbesar perseroan. Dalam rapat tersebut, Bobby mengakui keseriusan masalah ini.

“Terutama kami dalami juga masalah KCIC, yang memang ini bom waktu,” kata Bobby.

Beban utang Whoosh tercermin dari kerugian yang ditanggung konsorsium. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan total biaya mencapai US$7,27 miliar, termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar.

Struktur kepemilikan KCIC terbagi antara PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebesar 60 persen dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd. dari Cina sebesar 40 persen. KAI sendiri merupakan pemegang saham pengendali di PSBI dengan porsi 58,53 persen.

Akibatnya, kerugian konsorsium berdampak langsung pada KAI. PSBI tercatat merugi sekitar Rp4,2 triliun pada 2024 dan berlanjut pada semester I-2025 dengan kerugian Rp1,6 triliun. Dari jumlah tersebut, kontribusi rugi bersih yang dibebankan ke KAI mencapai sekitar Rp950 miliar per Juni 2025.


Editorial Team