Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
0521c27a-383f-43a3-877b-23414335ebdc.jpeg
Tahun 2025 menandai Golden Jubilee ASEAN Council on Petroleum (ASCOPE), forum kerja sama sektor energi regional yang beranggotakan 10 perusahaan migas nasional dan otoritas energi negara ASEAN. (Dok. Pertamina)

Intinya sih...

  • Wilayah-wilayah kerja migas baru itu ditujukan untuk eksplorasi pada 2025–2027.

  • Program eksplorasi komprehensif ditawarkan demi target peningkatan produksi gas hingga 12 BSCFD pada 2030.

  • Pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur energi domestik dan mendorong transisi menuju energi bersih.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE — Pemerintah menyiapkan 75 wilayah kerja (WK) minyak dan gas bumi (migas) baru untuk eksplorasi pada periode 2025–2027. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil langkah tersebut demi mengerek produksi nasional yang hingga September 2025 masih mencapai 605.000 barel minyak per hari dan 6,8 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD).

Laode Sulaeman, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dalam keterangan tertulisnya menyatakan Indonesia menjalankan program eksplorasi komprehensif dengan tawaran WK baru itu, sekaligus mengoptimalkan produksi melalui penerapan teknologi enhanced oil recovery (EOR) serta reaktivasi sumur dan lapangan idle bersama kontraktor dan mitra.

“Tantangan global seperti ketegangan geopolitik, disrupsi rantai pasok, dan dampak perubahan iklim yang semakin cepat menegaskan pentingnya ketahanan energi sebagai fondasi kemandirian nasional dan pertumbuhan berkelanjutan,” kata Laode, dikutip Selasa (28/10).

Pemerintah tidak saja berfokus pada peningkatan produksi migas, tapi juga mempercepat pembangunan infrastruktur energi domestik demi memperkuat sistem distribusi dan efisiensi pasokan.

Sejumlah proyek strategis tengah digarap, seperti jaringan pipa gas Cirebon–Semarang dan Dumai–Sei Mangke, serta pembangunan floating regasification unit (FRU) guna memperluas konektivitas dan menekan biaya logistik energi nasional.

Pembangunan pembangkit EBT

Pemerintah juga terus mendorong transisi menuju energi bersih. Masalahnya, kapasitas terpasang energi terbarukan nasional kini masih kecil dengan capaian 15 gigawatt, dibandingkan dengan potensi besarnya yang mencapai 3.600 gigawatt.

Upaya peningkatan terus dilakukan melalui pengembangan tenaga air, panas bumi, surya, bioenergi, serta implementasi biodiesel B40 pada 2025 dan B50 pada 2026.

“Porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional telah mencapai 16 persen, dan kami menargetkan peningkatan menjadi 36–40 persen pada 2040,” kata Laode.

Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah memproyeksikan tambahan kapasitas 69 gigawatt, yang lebih dari 60 persennya bersumber pada energi terbarukan dan sistem penyimpanan energi.

Laode pun menekankan pentingnya kolaborasi energi kawasan ASEAN demi memperkuat ketahanan bersama melalui inisiatif ASEAN Power Grid dan Trans-ASEAN Gas Pipeline. Melalui proyek lintas batas ini, negara-negara anggota dapat berbagi sumber daya, menekan biaya, serta memperkuat stabilitas pasokan energi.

“Masa depan ketahanan energi ASEAN akan sangat bergantung pada kemampuan kita untuk terkoneksi, berkolaborasi, dan berinovasi. Inisiatif lintas batas bukan hanya proyek infrastruktur, tetapi juga simbol kepercayaan dan solidaritas antarnegara,” ujarnya.

 

Editorial Team