NEWS

Kemenkeu Tanggapi Protes Freeport Soal Bea Keluar: Sudah Sesuai Aturan

Kementerian Keuangan belum berencana bertemu Freeport.

Kemenkeu Tanggapi Protes Freeport Soal Bea Keluar: Sudah Sesuai AturanKepala BKF Febrio Nathan Kacaribu. (Dok. Kemenkeu)
18 August 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, merespons keberatan Freeport-McMoran Inc—induk usaha PT Freeport Indonesia (PTFI)—atas pengenaan tarif bea keluar atas ekspor konsentrat tembaga yang ditetapkan pemerintah.

Menurutnya, kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 71 tahun 2023 tersebut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni bersifat prevailing atau pajak tidak tetap.

"Kami melihat Peraturan Pemerintah-nya itu mengatakan bahwa bea keluar itu bentuknya adalah prevailing, jadi itu sesuai dengan aturan, dan tidak ada yang membingungkan," ujarnya ketika ditemui di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rabu (16/8).

Febrio juga menegaskan bahwa Kementerian Keuangan belum berencana bertemu dengan Freeport terkait keberatan atas bea keluar yang mengemuka. Meski demikian, dia mengatakan bahwa pengenaan tarif tersebut akan terus dievaluasi oleh pemerintah.

"Saya rasa enggak perlu [bertemu]. Ini sudah jelas peraturan perundang-undangannya. Nanti kita lihat dan evaluasi bersama," katanya.

Sebelumnya, Freeport-McMoran berencana memprotes tarif bea ekspor konsentrat tembaga yang ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 12 Juli lalu.

Vice President dan Chief Accounting Officer Freeport-McMoRan, Ellie L. Mikes, dalam dokumen laporan triwulan II-2023 Freeport-McMoran kepada Komisi Sekuritas dan Bursa AS, menyebut bahwa PMK 71/2023 berpotensi mengurangi kredit kas bersih per unit PTFI sebesar U$0,19 per pon tembaga pada paruh kedua 2023—berdasarkan volume penjualan dan perkiraan harga logam saat ini.

"PTFI tengah melanjutkan pembicaraan dengan pemerintah Indonesia mengenai penerapan aturan baru ini, dan akan menggugat serta berupaya mendapatkan pemulihan atas setiap penilaian yang diterapkan," tulisnya, dikutip Selasa (8/8).

Freeport bersikukuh bea keluar harus dibebaskan

Freeport juga menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun terakhir pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai undang-undang dan peraturan untuk mendorong pengolahan hilir berbagai mineral, termasuk konsentrat tembaga.

Salah satunya, melarang ekspor konsentrat bagi perusahaan yang belum membangun smelter dan/atau tidak memiliki kemajuan atas fasilitas pengolahan yang mereka bangun.

Meski demikian, pada kuartal kedua hingga Juli 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memungkinkan ekspor terus dilakukan untuk konsentrat tembaga hingga Mei 2024 bagi perusahaan yang terlibat dalam proyek pengembangan pabrik peleburan berkelanjutan dengan kemajuan konstruksi lebih dari 50 persen.

PTFI, yang izin ekspornya telah kedaluwarsa pada 10 Juni 2023, mendapat persetujuan ekspor 1,7 juta metrik ton konsentrat tembaga hingga Mei 2024 karena konstruksi smelter barunya di Manyar, Gresik, Jawa Timur, telah mencapai di atas 50 persen.

Sementara itu, bea ekspor PTFI harusnya dihapus efektif karena aturan Kementerian ESDM menetapkan tarif harus ditentukan berdasarkan PMK yang berlaku pada 2018—sebelum direvisi.

Namun, setelah PMK tersebut direvisi, bea ekspor untuk konsentrat tembaga ditetapkan 7,5 persen pada paruh kedua 2023, dan 10 persen pada 2024 bagi perusahaan dengan kemajuan pabrik peleburan antara 70 persen hingga 90 persen. 

Untuk perusahaan dengan kemajuan pabrik peleburan di atas 90 persen, bea ekspor mencapai 5 persen pada paruh kedua 2023 dan 7,5 persen pada 2024.

"PTFI terus membahas penerapan peraturan yang direvisi ini dengan pemerintah Indonesia dan akan melakukan protes serta upaya pemulihan terhadap setiap penilaian yang diterapkan," jelas Freeport-McMoran.

PTFI telah mencatatkan kredit kas bersih (termasuk kredit emas dan perak) sebesar U$0,09 per pon tembaga pada kuartal kedua 2023, dan U$0,08 per pon tembaga untuk enam bulan pertama 2023, yang lebih tinggi dari kredit kas bersih U$0,02 per pon tembaga pada kuartal II-2022 dan $0,04 per pon tembaga untuk enam bulan pertama 2022. 

Peningkatan ini mencerminkan kredit emas dan perak yang lebih tinggi serta bea ekspor lebih rendah. Capaian tersebut mengimbangi peningkatan operasional yang diiringi biaya pemeliharaan bawah tanah dan pemrosesan lebih tinggi, serta dampak penurunan volume penjualan tembaga.

Biaya pemrosesan berfluktuasi seiring dengan volume logam yang dijual dan harga tembaga, sementara royalti berfluktuasi seiring dengan volume logam yang dijual serta harga tembaga dan emas.

Adapun kenaikan biaya pemrosesan per pon tembaga dan per ons emas pada 2023 dibandingkan dengan tahun lalu disebabkan perjanjian baru PTFI dengan PT Smelting—fasilitas pemurnian yang dioperasikan oleh usaha patungan Freeport dan Mitsubishi Corporation.

Related Topics