NEWS

Menteri ESDM Beberkan Dampak Pajak Karbon ke Tarif Listrik dan Subsidi

Pajak karbon kerek biaya produksi batu bara dan listrik.

Menteri ESDM Beberkan Dampak Pajak Karbon ke Tarif Listrik dan SubsidiIlustrasi Pajak Karbon. (ShutterStock/DesignRage)
16 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Energi, Sumberdaya, dan Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan penerapan pajak karbon akan berdampak pada kenaikan biaya produksi energi fosil di sektor hulu dan hilir. Akibatnya beban pemerintah untuk menanggung subsidi energi juga bertambah. 

Dalam kesempatan tersebut, Arifin menyampaikan exercise dampak pajak karbon dengan tiga asumsi tarif, yakni US$2 per ton (Rp30 per kg CO2e), US$5 per ton (Rp75 per kg CO2e), US$10 per ton (Rp150 per kg CO2e). "Kamis sampaikan dampak karbon dengan berbagai skenario", kata Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan komisi VII DPR, Senin (15/11).

Menurut hitung-hitungan tersebut, jika pajak karbon ditetapkan sebesar US$2 per ton CO2e atau Rp30 per kg CO2e, akan terdapat tambahan biaya bagi produsen batu bara sebesar US$0,1 tiap ton. Sementara bagi konsumen akan terdapat tambahan biaya sebesar Rp29 per kWh (pembangkit listrik) dan US$5 per ton (industri).

Dari sisi produsen minyak, akan terdapat tambahan biaya US$0,1 per ton. Sementara dari sisi konsumen BBM, akan terdapat tambahan harga Rp64 untuk tiap liternya. Selanjutnya, dari sisi produsen gas bumi, penerapan pajak Rp30 per kg akan berdampak pada tambahan biaya sebesar US$0,01 per MSCF. Sedangkan dari sisi konsumen, terdapat tambahan harga gas Rp1.638 per MSCF.

Kemudian, jika tarif pajak ditetapkan US$5 per ton atau Rp75 per kg CO2e, maka tambahan biaya bagi produsen batu bara adalah sebesar US$0,2 tiap tonnya. Sementara bagi konsumen tambahan biayanya sebesar Rp74 per kWh (pembangkit listrik) dan US$12,8 per ton (industri).

Lalu, akan terdapat tambahan biaya senilai US$0,2/ton untuk produksi minyak dan tambahan biaya Rp159 per liter kepada konsumen. Sedangkan produsen gas bumi akan terbebani tambahan biaya produksi US$0,03/MSCF dan konsumen akan mengalami kenaikan biaya sebesar Rp4.096/MSCF.

Terakhir, jika tarif pajak karbon ditetapkan US$10 per ton atau Rp150 per kg CO2e, makaakan terdapat tambahan biaya bagi produsen batu bara sebesar US$0,4 tiap ton. Sementara bagi konsumen akan terdapat tambahan biaya sebesar Rp146 per kWh (pembangkit listrik) dan US$25,6 per ton (industri).

Dari sisi produsen minyak, akan terdapat tambahan biaya US$0,5 per ton. Sementara dari sisi konsumen BBM, akan terdapat tambahan harga Rp318 untuk tiap liternya. Selanjutnya, dari sisi produsen gas bumi, penerapan pajak Rp30 per kg akan berdampak pada tambahan biaya sebesar US$0,07 per MSCF. Sedangkan dari sisi konsumen, terdapat tambahan harga gas Rp8.190 per MSCF.

Subsidi Naik

Arifin menyampaikan dampak kenaikan biaya produksi dengan adanya pajak karbon akan turut mengerek nilai subsidi dan kompensasi yang dibayarkan pemerintah. Untuk menghitung potensi kenaikan tersebut, Kementerian ESDM menggunakan nilai penjualan listrik 2020 yang mencapai 265,85 TwH (subsidi 25 persen dan non subsidi 75 persen) serta emisi CO2 dari produksi listrik tersebut.

Jika tarif karbon ditetapkan US$2 per ton CO2e, maka biaya pokok pembangkitan adalah sebesar Rp152,97 miliar atau Rp0,58 per kWh. Dengan demikian subsidi yang dibayarkan pemerintah Rp40,92 miliar sementara kompensasinya sebesar Rp122,76 miliar.

Kemudian, jika tarif karbon ditetapkan US$4 per ton CO2e, maka biaya pokok pembangkitan adalah sebesar Rp305,94 miliar atau Rp1,15 per kWh. Dengan demikian subsidi yang dibayarkan pemerintah Rp81,84 miliar sementara kompensasinya sebesar Rp245,52 miliar.

Terakhir, jika tarif karbon ditetapkan US$10 per ton CO2e, maka biaya pokok pembangkitan adalah sebesar Rp764,86 miliar atau Rp2,88 per kWh. Dengan demikian subsidi yang dibayarkan pemerintah Rp204,60 miliar sementara kompensasinya sebesar Rp613,80 miliar.

Related Topics