Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi foto udara kompleks perumahan KPR subsidi. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Ilustrasi foto udara kompleks perumahan KPR subsidi. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Intinya sih...

  • Harga lahan perumahan di Jabodetabek terus merangkak naik hingga 2026.

  • Aksesibilitas menjadi faktor penentu bagi konsumen perumahan.

  • Pasokan hunian tapak diperkirakan naik 2,7 persen pada 2026.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE — Harga lahan perumahan di Jabodetabek diprediksi terus merangkak naik hingga 2026, terutama di kawasan yang memiliki akses langsung ke transportasi publik dan jaringan jalan tol.

Lokasi-lokasi yang berada dekat stasiun KRL maupun pintu tol kini menjadi magnet utama bagi pencari rumah, sekaligus memicu kenaikan harga lahan yang makin cepat.

Direktur Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia, Arief Rahardjo, menjelaskan aksesibilitas kini menjadi faktor penentu bagi konsumen perumahan. Calon pembeli memilih proyek township yang berada di koridor transportasi strategis karena kemudahan mobilitas dianggap sebagai nilai tambah yang sangat signifikan.

“Banyak calon pembeli memilih proyek di sepanjang tol Jabodetabek atau dekat stasiun KRL. Kawasan dengan akses tol terbukti memiliki harga lahan yang tinggi,” kata Arief dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/12).

Dia menambahkan tren ini makin kuat seiring pembangunan transportasi terintegrasi yang menjadi bagian dari agenda sustainable development.

Pada 2025, harga rata-rata lahan perumahan di Jabodetabek mencapai sekitar Rp12,6 juta per meter persegi, dan diproyeksikan tumbuh sekitar 3 persen per tahun hingga 2026.

Data historis menunjukkan rata-rata harga lahan meningkat stabil sejak 2018, ketika masih berkisar Rp9 juta per meter persegi. Pada 2024, angkanya mendekati Rp12 juta per meter persegi.

Laju pertumbuhan harga juga relatif konsisten, bergerak pada rentang 2-4 persen setiap tahun.

Faktor utama pendorongnya adalah pembangunan jalan tol baru, perbaikan akses publik, serta pembangunan fasilitas sosial seperti rumah sakit, pusat pendidikan, dan commercial area yang memperkuat nilai kawasan.

Di tengah kenaikan harga lahan, pengembang justru kian agresif meluncurkan proyek baru. Pada 2026, pasokan hunian tapak diperkirakan naik 2,7 persen, dengan Tangerang dan Tangerang Selatan sebagai pusat pertumbuhan utama berkat geliat pembangunan township.

Pasokan baru mencapai sekitar 8.500 unit per tahun, dan sebagian besarnya berasal dari proyek-proyek di Tangerang. Segmen yang paling dominan tetap hunian menengah bawah dengan harga Rp700 juta–1 miliar, tetapi komposisi pasokan kini lebih merata dan menunjukkan optimisme pengembang terhadap pasar residensial.

Pada 2018-2024, jumlah pasokan hunian baru secara konsisten berada berkisar 8.000–13.000 unit. Meski sempat turun pada 2022, pasokan kembali pulih pada 2024 dan terus meningkat menuju 2026.

Permintaan rumah tapak di Jabodetabek menunjukkan ketahanan luar biasa, bahkan selama pandemi COVID-19. Grafik permintaan kumulatif memperlihatkan pergerakan sejalan dengan pasokan, yakni pada rentang 300.000–450.000 unit.

Tingkat penjualan mencapai 92–95 persen, yang menunjukkan mayoritas unit yang masuk pasar langsung terserap.

“Subsidi PPN yang diperpanjang hingga 2027 akan menjaga keterjangkauan konsumen,” kata Arief.

Kebijakan tersebut membuat segmen menengah dan menengah bawah tetap menjadi tulang punggung pasar.

Selain itu, keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan pada September diperkirakan akan turut menekan bunga KPR dalam 6–12 bulan ke depan. Kondisi ini diperkirakan menambah daya beli masyarakat, sekaligus menjaga momentum penjualan residensial.

 

Editorial Team