Jakarta, FORTUNE - Kinerja sektor manufaktur nasional menutup 2025 dengan tetap berpijak pada zona ekspansi, meskipun laju pertumbuhannya mengalami normalisasi.
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) periode Desember 2025 tercatat pada level 51,90. Capaian ini menjadi sinyal penting mengenai aktivitas industri pengolahan nonmigas Indonesia yang masih berada pada jalur pertumbuhan positif.
Walaupun tetap ekspansif, angka tersebut menunjukkan koreksi 1,55 poin jika dibandingkan dengan posisi November 2025 yang berada pada level 53,45. Secara tahunan, nilai IKI Desember 2025 juga tercatat lebih rendah 1,03 poin daripada periode sama tahun lalu yang bertengger pada 52,93.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan perlambatan ini merupakan refleksi dari sikap hati-hati para pelaku industri.
Tekanan global yang belum mereda serta meningkatnya persaingan dari produk impor menjadi tantangan utama yang harus diwaspadai. Selain itu, faktor musiman pada penghujung tahun turut berpengaruh pada dinamika produksi.
"Pelemahan IKI pada Desember merupakan pola yang lazim terjadi setiap akhir tahun. Berkurangnya hari kerja efektif akibat libur Natal dan Tahun Baru kerap mendorong penyesuaian jadwal produksi industri pengolahan nonmigas," kata Febri dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (30/12).
Ia menambahkan, fondasi industri nasional masih sangat kuat meskipun terjadi penurunan bulanan.
Secara historis, tren pelemahan pada Desember kerap berulang. Data Kemenperin menunjukkan IKI Desember 2023 pernah menyusut ke level 51,32, sementara Desember 2024 turun tipis ke 52,93.
Pola ini mengonfirmasi bahwa koreksi yang terjadi lebih dipengaruhi faktor kalender dibandingkan dengan masalah struktural pada mesin pertumbuhan industri.
Melihat lebih dalam ke level subsektor, 17 dari 23 subsektor industri pengolahan masih mengalami kinerja positif. Kelompok ini menyumbang sekitar 79,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Industri Pengolahan Nonmigas per triwulan III-2025.
Industri farmasi, produk obat kimia, serta obat tradisional menjadi motor penggerak dengan nilai IKI tertinggi.
Sebaliknya, enam subsektor terpaksa masuk ke zona kontraksi. Sektor-sektor tersebut adalah industri kayu (KBLI 16), industri karet dan plastik (KBLI 22), industri logam dasar (KBLI 24), industri barang logam (KBLI 25), industri komputer dan elektronik (KBLI 26), serta industri alat angkutan lainnya (KBLI 30).
Kontraksi terdalam dialami oleh industri alat angkutan lainnya. Hal tersebut berkaitan erat dengan merosotnya penjualan sepeda motor domestik pada November 2025 sebesar 11,31 persen menjadi 523.591 unit.
Tekanan juga terlihat pada sisi ekspor sepeda motor, baik dalam kategori completely built up (CBU) maupun completely knocked down (CKD) yang masing-masing terkoreksi 11,39 persen dan 14,86 persen.
Sementara itu, industri kayu terhambat oleh keterbatasan bahan baku akibat bencana alam di Sumatra serta hambatan logistik. Tekanan eksternal seperti investigasi dumping di Amerika Serikat dan kebijakan sertifikasi di India kian menambah beban sektor tersebut.
Secara komponen, pelemahan IKI dipicu oleh penurunan variabel pesanan ke level 52,76 dan variabel persediaan pada level 54,99. Variabel produksi masih tertahan pada fase kontraksi, yakni 48,41, sebuah kondisi yang telah berlangsung selama tujuh bulan berturut-turut.
Kendati demikian, prospek ke depan tetap cerah.
Optimisme pelaku industri untuk enam bulan mendatang meningkat menjadi 71,8 persen. Keyakinan ini didukung oleh stabilitas ekonomi makro, inflasi yang terkendali, serta bertahannya BI Rate pada level 4,75 persen.
