Jakarta, FORTUNE - Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) Kementerian Keuangan Dian Lestari mengatakan Indonesia kekurangan dana sebesar US$148 miliar atau setara Rp2.109 triliun (kurs Rp14.252/US$) untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRk) sebesar 29 persen pada 2030.
Pasalnya, dari total dana yang dibutuhkan sebesar US$365 miliar, yang bisa dipenuhi dari dalam negeri hanya sebesar US$217 miliar atau sekitar 60 persen. Rinciannya, sebesar US$97 miliar atau 27 persen berasal dari APBN, sementara US$120 miliar atau 33 persen sisanya berasal dari sektor swasta.
"Untuk kondisi saat ini, masih ada gap pendanaan sebesar 40 persen atau US$148 miliar," ujarnya dalam webinar bertajuk Indonesia's Sustainable Projects, Rabu (22/12).
Sebagai informasi, target penurunan emisi GRK sebesar 29 persen pada 2030 tertuang dalam nationally determined contribution (NDC) yang merupakan turunan dari ratifikasi Perjanjian Paris. Dengan bantuan internasional, target tersebut akan meningkat menjadi 41 persen pada 2030 dan kebutuhan pendanaannya juga makin besar.
Dian mencatat, butuh setidaknya US$479 miliar untuk menurunkan emisi GRK pada taraf tersebut. Artinya US$217 miliar yang bisa diperoleh dari dalam untuk mencapai target tersebut hanya 45 persen dari total kebutuhan dana. Sementara gap pendanaan sebesar 55 persen byang harus dipenuhi nilainya mencapai US$263 miliar atau sekitar Rp3.747 triliun.
"Sektor yang paling mahal untuk mengurangi emisinya adalah energi dan transportasi, karena kami melihat lebih dari 90 persen perkirakan biaya yang dibutuhkan akan ke sektor energi," jelas Dian.