Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Presiden Prabowo mengajak Bill Gates meninjau program MBG di SD N Jati 03 Pulogadung pada Rabu (7/5/2025). (dok. Tim Komunikasi Prabowo)
Presiden Prabowo mengajak Bill Gates meninjau program MBG di SD N Jati 03 Pulogadung pada Rabu (7/5/2025). (dok. Tim Komunikasi Prabowo)

Intinya sih...

  • Wacana asuransi pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) diprediksi membuat bengkak anggaran dan membebani APBN.

  • Skema asuransi berpotensi mengurangi manfaat gizi siswa penerima MBG dengan premi yang menyusutkan porsi makanan.

  • BGN telah menerima tawaran kerjasama dari sejumlah asuransi nasional untuk mengcover program MBG, namun proses peninjauan masih berlangsung.

Jakarta, FORTUNE – Wacana pengadaan asuransi pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) milik Pemerintah diprediksi bakal membuat bengkak anggaran dan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bukan menjadi solusi, inisiatif ini justru menjadi beban tambahan bagi negara.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara menegaskan bahwa tugas Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) ialah mencegah terjadinya keracunan bukan menanggulangi atau mengobati dengan skema asuransi.

“Harus dipastikan nol kasus keracunan makanan pada siswa. dan itu tanggung jawab pemerintah dengan dana pengawasan yang sudah dialokasikan via APBN. Buat apa ada anggaran pengawasan dan satuan kerja kalau perlu asuransi lagi,” kata Bhima kepada Fortune Indonesia di Jakarta, Jumat  (16/5).

Biaya asuransi MBG berpotensi kurangi manfaat gizi yang diterima siswa

BGN

Selain menjadi beban anggaran, skema ini justru berpotensi mengurangi manfaat yang didapat oleh para siswa yang mendapatkan MBG. Padahal, anggaran dalam setiap porsi MBG hanya sekitar Rp15 ribu hingga Rp10 ribu. “Jadi porsi per siswa nya nanti makin kecil karena ada premi. Kualitas gizi MBG bisa diragukan. Oleh karena itu wacana ini harus ditolak,” tegas Bhima.

Program MBG memang memiliki cita-cita besar dengan memberi makan bergizi pada anak-anak sekolah, memperbaiki gizi nasional, dan menjembatani ketimpangan sosial. Namun, seperti banyak program publik lainnya, ide besar ini rapuh dalam hal eksekusi. 

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menganggap keracunan massal program MBG yang terjadi di Bogor dan Cianjur membuktikan bahwa negara lalai untuk menjalankan program dan kurang bertanggung jawab.

“Ketika pemerintah hanya menawarkan kompensasi dengan asuransi, itu seperti menambal ban bocor dengan plester. Kompensasi tidak menyelesaikan sumber kebocoran. Ia tidak mengembalikan kepercayaan publik, tidak memperbaiki sistem distribusi makanan, dan tidak memastikan bahwa kejadian serupa tak akan terulang,” kata Achmad.

BGN sudah terima tawaran dari asuransi.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana ketika meninjau para siswa MAN I dan SMP PGRI 1 Cianjur, Jawa Barat yang keracunan usai konsumsi makanan dari MBG pada 23 April 2025 lalu. (Dokumentasi BGN)

Di sisi lain, BGN mengaku telah menerima sejumlah tawaran kerjasama dari sejumlah asuransi nasional untuk mengcover program MBG. Namun demikian, hingga saat ini proses peninjauan masih berlangsung untuk memilih asuransi yang tepat dan efisien dalam hal premi. 

Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana menjelaskan bahwa program asuransi MBG akan dijalankan oleh konsorsium bukan hanya oleh satu perusahaan. Setelah mendapat kesepakatan, asuransi akan menyertakan keseluruhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah beroperasi.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyatakan, saat ini pihak Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) tengah mempersiapkan proposal yang akan diajukan ke Pemerintah untuk ambil andil dalam program unggulan Prabowo Subianto ini.

“Beberapa risiko yang mungkin bisa disupport oleh asuransi, yaitu pertama risiko food poisoning atau keracunan bagi para penerima MBG, anak sekolah, balita, hingga Ibu hamil dan menyusui. Kemudian risiko kecelakaan untuk para pihak yang menyelenggarakan MBG,” jelas Ogi.

Meski demikian, pihaknya memastikan untuk besaran tarif premi yang akan dibebankan tidak akan besar lantaran penerapan MBG dilakukan secara luas dan menyeluruh ke berbagai wilayah Indonesia.

Editorial Team