Jakarta, FORTUNE - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengkritisi Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp4,36 triliun ke PT KAI untuk pemenuhan base equity Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) di tahun 2021. Pasalnya, suntikan modal untuk proyek tersebut membuat menambah beban APBN di tahun lalu dan berpotensi menjadi beban jangka panjang.
"APBN Tahun Anggaran 2022 dan tahun-tahun berikutnya berpotensi terbebani sebagai dampak cost overrun proyek KCJB," tulis BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPP 2021, dikutip Fortune Indonesia, Kamis (16/6).
BPK menjelaskan, cost overrun bisa menjadi risiko kontinjensi mengingat pada tahun lalu, pemerintah memberikan PMN ke PT KAI sebagai KCJB yang otomatis menjadikan perusahaan sebagai pemimpin konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI)—yang kemudian membentuk usaha patungan dengan China Railway International CO., LTD menjadi PT Kereta Cepat Indo-China (KCIC).
PMN tersebut juga didukung olah Perpres Nomor 93 Tahun 2021 di mana Pasal 4 ayat (3)-nya menyatakan bahwa "pembiayaan dari APBN yang merupakan proyek strategis nasional dapat berupa penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium BUMN atau penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN."
"Mempertimbangkan transaksi Tahun 2021 terkait pemenuhan modal awal PT PSBI kepada PT KCIC yang dilakukan melalui tambahan PMN kepada PT KAI, maka terdapat potensi pemerintah akan melakukan tambahan PMN untuk memenuhi kebutuhan cost overrun. Dengan demikian terdapat potensi adanya kontijensi dari cost-overrun proyek KCJB yang akan ditanggung pemerintah di masa yang akan datang," papar BPK.
Cost overrun sendiri dapat muncul apabila terdapat tambahan biaya dalam pelaksanaan proyek di lapangan akibat berbagai hal. Memang hingga saat ini besaran nilai cost-overrun tersebut belum final dan masih ditinjau oleh BPKP atas permintaan Kementerian BUMN.
Namun, berdasarkan asersi yang diterima BPKP per 11 November 2021, cost-overrun proyek KCJB berada di posisi US$1,67 miliar atau sekitar Rp24,63 triliun (kurs Rp14.753/US$).