NEWS

Jokowi Ingin RI Setop Impor Obat dan Alkes, Berapa Nilainya?

Seharusnya bisa diproduksi di dalam negeri.

Jokowi Ingin RI Setop Impor Obat dan Alkes, Berapa Nilainya?Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri BUMN Erick Thohir (kiri) menghadiri peletakan batu pertama pembangunan Bali International Hospital di kawasan Sanur, Denpasar, Bali, Senin (27/12/2021). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/rwa.
27 December 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo menginginkan Indonesia bisa segera menyetop impor alat kesehatan (alkes), obat-obatan, maupun bahan baku obat. Impor barang-barang farmasi tersebut nilainya memang tengah melonjak terlebih di tengah pagebluk COVID-19.

Dalam acara peletakan batu pertama Rumah Sakit Internasional Bali di Denpasar, Bali, Senin (27/12), Jokowi menyatakan harapan pemerintah untuk menghasilkan sendiri barang farmasi tersebut alih-alih bergantung pada impor. 

Data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukkan nilai impor produk farmasi pada Januari-Oktober tahun ini mencapai US$3,07 miliar atau Rp43,70 triliun. Dengan begitu, pertumbuhannya mencapai 224,4 persen dari hanya US$945,5 juta pada periode sama 2020 (year-on-year).

Pada 2020, impor barang farmasi setahunan melonjak 27,0 persen menjadi US$1,16 miliar atau setara Rp16,51 triliun. Menengok ke belakang, khususnya pada kurun 2016-2019, nilai impor farmasi Indonesia tak pernah melebihi US$1 miliar.

Data tersebut serupa dengan statistik Trade statistics for internasional business development atau Trade Map yang menunjukkan Indonesia pada periode sama mengimpor produk farmasi dari Amerika Serikat (AS) hingga US$171,08 juta atau setara 14,8 persen dari total impor farmasi. Lalu, ada Tiongkok sebesar US$152,83 juta (13,2 persen) dan Jerman senilai US$101,69 juta (8,8 persen).

Jika melihat posisi tahun lalu, impor farmasi Indonesia, terutama dari Tiongkok, naik tajam hingga 119,4 persen setahunan. Impor dari AS juga tumbuh 7,0 persen. Sedangkan, impor farmasi Indonesia dari Jerman turun 3,9 persen.

Dukungan Kementerian BUMN

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, dalam kesempatan sama mengatakan kementeriannya akan memfokuskan tugas dari masing-masing BUMN farmasi. Indofarma, misalnya, menurutnya akan berusaha mengembangkan industri obat-obatan herbal.

Sedangkan, Kimia Farma tetap berfokus pada penyediaan obat-obatan generik demi akses obat terjangkau bagi masyarakat. Produksi obat-obatan ini, katanya, juga akan didorong untuk menggunakan bahan baku dalam negeri.

“Ini kalau digabungkan, ya, kami berharap ke depan, empat tahun ke depan, kami bisa menekan impor bahan baku obat sampai 75 persen. Jadi yang 95 (persen itu) turun 20 persen,” ujarnya.

Kementerian BUMN telah berhasil mengabungkan Bio Farma sebagai holding yang membawahkan Kimia Farma, Indofarma, dan sejumlah rumah sakit BUMN dalam naungan Indonesia Healthcare Corporation (IHC).

Related Topics