Jakarta, FORTUNE – Selain penyelesaian masalah terkait pandemi COVID-19, dunia sedang berfokus pada persoalan yang lebih pelik, yakni perubahan iklim. COP26 masih berlangsung dan terus mengupayakan kata sepakat negara-negara di dunia dalam mencegah dampak perubahan iklim yang semakin memburuk. Pemanasan global adalah salah satu yang jadi perhatian dengan peningkatan suhu bumi signifikan.
Pertanyaannya, bila kondisi pemanasan global ini sudah buruk bagi negara beriklim tropis seperti Indonesia, lalu bagaimana dengan negara yang sudah memiliki suhu yang panas, seperti di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (Middle East and North Africa/MENA)?
Melansir artikel di Al Jazeera (8/11), sebuah studi di jurnal Nature mengungkapkan bahwa pada beberapa dekade mendatang, beberapa daerah di bumi–seperti kawasan MENA–tidak layak huni, dengan potensi suhu mencapai 60°C atau bahkan lebih tinggi. Hal ini terjadi bila perubahan iklim tidak tertangani dengan baik dan peningkatan gas rumah kaca terus berlanjut.
Pada 2100, sekitar 600 juta penduduk, atau 50 persen populasi di kawasan MENA diperkirakan akan terdampak peristiwa cuaca super-ekstrem. “Berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan, panas terik akan ‘berpotensi mengancam jiwa manusia’,” demikian proyeksi dalam studi tersebut.