Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
ilustrasi nikel (Unsplash/Paul-Alain Hunt)
ilustrasi nikel (Unsplash/Paul-Alain Hunt)

Intinya sih...

  • Protes Idrus tentang minimnya dana bagi hasil (DBH) dianggap salah sasaran.

  • Halmahera Timur menjadi daerah termiskin di Maluku Utara.

  • Padahal, pertumbuhan ekonominya di atas 70 persen pada kuartal II-2025.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE — Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menyarankan Ketua DPRD Halmahera Timur, Idrus Emadeke, untuk melayangkan protes terhadap Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, terkait minimnya Dana Bagi Hasil (DBH) tambang.

Saran tersebut terlontar setelah Idrus melayangkan protes keras kepada Purbaya mengenai tingginya angka kemiskinan di daerahnya. Padahal, Halmahera Timur merupakan salah satu pusat industri nikel terbesar di Indonesia.

Momen tersebut terjadi dalam sesi tanya jawab pada acara bimbingan teknis (Bimtek) DPRD Fraksi Partai Golkar di Jakarta, Kamis (11/12). Purbaya mengakui adanya kejanggalan dalam skema pembagian keuntungan tambang saat ini, yang dinilai lebih menguntungkan pengusaha ketimbang negara.

“Barang tambang agak aneh pembagian keuntungannya. Tambang pengusaha lebih untung dibanding negara,” ujar Purbaya.

Purbaya menegaskan persoalan alokasi tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian ESDM.

“Itu harus diperbaiki bersama. Anda harus protes ke [ketua umum] partai Anda. Kalau Anda protes ke ketua partai Anda, saya dukung. [Itu] supaya penghasilan ke daerah lebih besar,” ujarnya.

Protes Idrus didasari oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) per Oktober 2025 yang menunjukkan kondisi ironis.

Halmahera Timur mencetak pertumbuhan ekonomi 70,67 persen pada kuartal II-2025. Capaian itu tertinggi di seluruh Indonesia, berkat topangan hilirisasi dan aktivitas pertambangan nikel.

Namun, pada saat bersamaan Halmahera Timur merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Maluku Utara, yaitu 10,54 persen. Angka ini jauh di atas rata-rata provinsi yang sebesar 5,81 persen.

“Sebagai daerah dengan sumber daya nikel yang melimpah, imbal hasilnya ke daerah sangat minim. Bahkan Halmahera Timur menjadi daerah termiskin di Maluku Utara,” kata Idrus.

Ia menilai kondisi ini sangat bertolak belakang. Artinya, masyarakat tidak merasakan manfaat memadai di tengah melimpahnya sumber daya alam.

Selain ketimpangan ekonomi, Idrus menyoroti kerusakan lingkungan yang meluas. Ia mengungkapkan sedikitnya 12 perusahaan pengolahan nikel beroperasi di wilayah tersebut dengan produksi mencapai puluhan juta ton per tahun.

Dalam dua bulan terakhir, Idrus mengatakan terjadi kerusakan sawah seluas 21–30 hektare akibat aktivitas perusahaan, selain kerusakan hutan dan lahan lainnya.

Editorial Team