Jakarta, FORTUNE - Risalah rapat Federal Reserve (Fed) periode 29–30 Juli menyoroti kekhawatiran besar para pembuat kebijakan terhadap lonjakan inflasi yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Donald Trump. Mayoritas pejabat menilai ancaman inflasi lebih serius dibandingkan risiko perlambatan ekonomi, mendorong bank sentral untuk mempertahankan suku bunga acuannya.
Menurut risalah yang dirilis Rabu (21/8), para anggota komite penetapan suku bunga sepakat bahwa dampak tarif yang lebih tinggi mulai terasa pada harga sejumlah barang. Meski demikian, mereka masih menunggu bukti lebih lanjut untuk mengukur seberapa besar kebijakan perdagangan ini akan memengaruhi inflasi dan perekonomian secara keseluruhan.
“Dampak tarif besar terhadap harga terlihat semakin nyata, tetapi efek totalnya masih harus dilihat,” demikian petikan risalah itu.
Fed secara resmi mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25–4,5 persen. Namun, keputusan ini tidak bulat. Dua anggota dewan, Christopher Waller dan Michelle Bowman—keduanya ditunjuk pada era Trump—justru mendukung penurunan suku bunga demi menopang perekonomian.
Ketua Fed, Jerome Powell, dalam konferensi persnya menegaskan bahwa bank sentral memerlukan lebih banyak waktu untuk menilai apakah tarif yang diberlakukan benar-benar mendorong inflasi secara berkelanjutan.
“Dampaknya bisa bersifat sementara, tetapi kami harus tetap waspada,” ujar Powell.
Data terbaru menunjukkan inflasi di tingkat produsen telah melonjak ke level tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Hal ini menandakan produsen mulai membebankan kenaikan biaya kepada konsumen, meskipun inflasi di tingkat konsumen belum naik setajam perkiraan awal.
Kondisi ini memperkuat sikap hati-hati Fed terhadap risiko inflasi, sekaligus menekan optimisme atas kekuatan pasar tenaga kerja. Pernyataan resmi saat itu menggambarkan pasar kerja tetap solid, sementara inflasi masih cukup tinggi.
Rilis risalah ini mendahului pidato Powell pada simposium tahunan Jackson Hole, Wyoming, sebuah forum penting yang sering dimanfaatkan untuk memberi sinyal arah kebijakan moneter global.
Ke depan, Fed dihadapkan pada dilema ini: mempertahankan suku bunga tinggi untuk mengendalikan harga, atau melonggarkan kebijakan demi mencegah perlambatan ekonomi lebih dalam jika dampak tarif terus berlanjut.