Menurut data U.S. Energy Information Administration (EIA), lebih dari 17 juta barel minyak mentah melintasi Selat Hormuz setiap hari. Jalur ini juga dilintasi oleh hampir sepertiga pasokan LNG global.
Negara-negara seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait, Qatar, dan Uni Emirat Arab mengandalkan Selat Hormuz untuk mengekspor hasil energi ke pasar Asia, Eropa, dan Amerika. Ketergantungan tinggi terhadap Selat Hormuz menjadikannya jalur vital yang sangat dijaga.
Bahkan, penutupan Selat Hormuz berpotensi menimbulkan konsekuensi global. Dampak yang dapat terjadi meliputi:
Lonjakan harga minyak dan gas dunia, akibat terbatasnya pasokan.
Gangguan perdagangan internasional, terutama bagi negara pengimpor energi.
Ketidakstabilan pasar keuangan global, akibat ketidakpastian energi.
Potensi konflik militer, apabila terjadi konfrontasi antara kekuatan militer di kawasan tersebut.
Beberapa negara seperti Arab Saudi dan UEA, memiliki jalur pipa alternatif yang melewati daratan. Namun, kapasitasnya masih terbatas dan belum mampu menggantikan volume ekspor energi yang biasanya melewati Selat Hormuz.
Inilah mengapa Selat Hormuz dipantau secara ketat oleh berbagai kekuatan internasional. Misalnya, Amerika Serikat menempatkan armada kelima angkatan laut di wilayah ini untuk menjamin kelancaran lalu lintas kapal dan mencegah potensi gangguan.
Teknologi pemantauan canggih seperti sistem radar, pesawat nirawak (drone), dan satelit turut dikerahkan guna memastikan tidak ada hambatan dalam pergerakan kapal-kapal dagang. Kapal perang juga secara rutin berpatroli untuk merespons potensi ancaman di perairan strategis ini.
Demikian penjelasan mengenai Selat Hormuz milik siapa beserta peran dan dampaknya. Semoga informasi ini bermanfaat!