Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Pengembangan biodiesel yang dilakukan Kementerian ESDM.
Pengembangan biodiesel yang dilakukan Kementerian ESDM. (dok. Kementerian ESDM)

Intinya sih...

  • Kementerian ESDM uji coba B50 di laboratorium

  • Hasil uji menunjukkan umur filter kendaraan lebih pendek

  • Pemerintah tetap lanjutkan pengujian untuk penerapan B50 pada kondisi nyata

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mematangkan rencana penerapan bahan bakar campuran biodiesel 50 persen (B50). Namun, hasil uji coba laboratorium menunjukkan adanya tantangan teknis yang perlu diperhatikan, salah satunya penurunan umur filter kendaraan.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menjelaskan uji laboratorium B50 dilakukan di Lemigas bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas).

Pengujian mencakup karakteristik bahan bakar, chassis dynamometer, filter clogging test rig, serta uji presipitasi dan stabilitas penyimpanan.

“Dari hasil uji yang ada, umur filter dari penggunaan B50 ini memang cenderung lebih pendek. Misalnya umur filternya tiga bulan, menjadi dua bulan. Jadi ada perbedaan sekitar 10–20 persen performa dari filter tersebut,” kata Eniya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (11/11).

Ia menambahkan, daya yang dihasilkan kendaraan berbahan bakar B50 juga lebih rendah dibandingkan B40, dengan penurunan sekitar 10–20 persen.

Meski begitu, pemerintah tetap melanjutkan pengujian lanjutan untuk memastikan kesiapan penerapan B50 pada kondisi nyata dalam enam bulan ke depan.

“Solar yang baik adalah yang mengandung sulfur rendah. Kami menguji tiga komposisi campuran, yakni 35 persen FAME dengan 15 persen HVO (hydrotreated vegetable oil), 40 persen FAME dengan 10 persen HVO, dan 50 persen FAME. Dari sini akan dilanjutkan dengan uji lapangan dan kajian teknis terkait infrastruktur dan ketersediaan bahan baku,” ujarnya.

Menurut Eniya, penerapan program biodiesel merupakan kebijakan jangka panjang pemerintah yang telah berjalan sejak 2006.

Setelah sukses menerapkan mandatori B30 pada 2020 dan B35 pada 2023, pemerintah menargetkan penerapan B40 mulai 2025.

Namun, mulai tahun depan, insentif hanya diberikan kepada sektor public service obligation (PSO), sedangkan sektor non-PSO tidak lagi mendapat dukungan serupa.

Lebih lanjut, Eniya menyatakan arah kebijakan biodiesel nasional bukan hanya untuk mengurangi ketergantungan impor solar, tetapi juga untuk menstabilkan harga sawit dan menekan emisi karbon.

Saat ini, kapasitas nasional produksi biodiesel mencapai 22 juta kiloliter, dengan 28 pabrik biodiesel dan 25 badan usaha bahan bakar nabati yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa.

“Impor solar terus menurun, dan dengan peningkatan komposisi biodiesel yang lebih besar, kita berharap ketergantungan terhadap impor bisa ditekan lebih jauh,” katanya.

 

Editorial Team