Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pemerintah Bakal Pangkas Ekspor CPO Demi Program B50

ilustrasi kelapa sawit (commons.m.wikimedia.org/Wagino 20100516)
ilustrasi kelapa sawit (commons.m.wikimedia.org/Wagino 20100516)
Intinya sih...
  • Pemerintah akan memangkas ekspor CPO untuk demi program B50 pada 2026
  • Langkah ini diambil untuk memperkuat ketahanan energi nasional
  • Kebijakan pengendalian ekspor bersifat fleksibel
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah mengungkapkan rencananya memangkas ekspor crude palm oil (CPO) demi mendukung implementasi program bahan bakar nabati B50 pada 2026.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, mengatakan langkah ini merupakan strategi memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mengendalikan harga CPO dunia.

“Kami berangkat dari produksi CPO [Indonesia] 46 juta ton. Yang diproses dalam negeri 20 juta ton, sedangkan ekspor kita 26 juta ton. B50 membutuhkan CPO sebesar 5,3 juta ton,” ujar Amran dalam keterangan pers yang disiarkan lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (9/10).

Menurutnya, 5,3 juta ton CPO yang semula diekspor akan dialihkan untuk kebutuhan dalam negeri, khususnya sebagai bahan baku biodiesel pengganti solar. Dengan demikian, impor solar sebanyak 5,3 juta ton bisa dihentikan.

“Nah, ini green energy. Kita bisa menutupi kebutuhan dalam negeri, sekaligus menghemat devisa karena tidak perlu impor,” kata Amran.

Bakal kerek harga CPO global

Amran juga menilai, kebijakan ini akan memberikan dampak positif terhadap harga CPO global. Dengan menurunkan volume ekspor, harga CPO berpotensi naik tajam, sebagaimana pernah terjadi sebelumnya.

“Kalau ekspor yang dulunya 26 juta ton berkurang jadi 20 juta ton, harga pasti naik. Dulu pernah naik sampai 100 persen. Sekarang nilai CPO kita Rp450 triliun. Kalau naik dua kali lipat, bisa jadi Rp800–1.000 triliun, meskipun kuantumnya berkurang,” katanya.

Ia menekankan Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia, dengan pangsa hampir 60 persen dari total produksi global, seharusnya memiliki posisi dominan.

“Seharusnya kita yang mengendalikan harga CPO dunia, bukan negara lain,” ujar Amran.

Lebih lanjut, ia menjelaskan kebijakan pengendalian ekspor bersifat fleksibel, menyesuaikan kondisi pasar global. Jika harga CPO dunia naik signifikan, pemerintah bisa menurunkan campuran menjadi B40. Namun, ketika harga turun, implementasi B50 dapat kembali ditingkatkan.

“Kalau harga CPO dunia naik, mungkin saja kita lepas B50 turun menjadi B40. Tapi kalau harga turun, kita tarik kembali jadi biofuel. Tergantung mana yang paling menguntungkan rakyat Indonesia,” ujarnya.

Amran menargetkan program B50 bisa terealisasi pada 2026, melanjutkan tahapan program B40 yang saat ini sedang dijalankan. Ia menegaskan, langkah ini bukan semata demi keuntungan ekonomi, melainkan bagian dari strategi besar menuju kemandirian energi dan ketahanan ekonomi nasional.

“Ini semua untuk kepentingan rakyat. Kita ingin Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan pemimpin di pasar dunia,” kata Amran.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us

Latest in News

See More

Riset: Perlambatan Pertumbuhan dan Investasi Bayangi Pasar Kerja Asia

10 Okt 2025, 15:40 WIBNews