Bahlil Sebut Indonesia Akan Setop Impor Solar pada 2026

- Kementerian ESDM akan berhenti impor solar mulai 2026
- Peningkatan campuran biodiesel dari B40 ke B50 untuk memenuhi kebutuhan solar dalam negeri
- Program biodiesel berhasil menghemat devisa hingga US$40,71 miliar dari pengurangan impor solar
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana akan menghentikan impor solar mulai 2026. Langkah ini menjadi bagian dari upaya besar menuju transisi energi bersih melalui pemanfaatan biodiesel berbasis kelapa sawit.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan kebijakan tersebut tidak hanya bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil impor, tetapi juga mendorong peningkatan nilai tambah pada sektor hulu.
Dengan peningkatan kadar campuran biodiesel dari B40 menjadi B50, pemerintah optimistis Indonesia akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan solar dari produksi dalam negeri.
“Insya Allah tahun 2026 kita akan dorong ke B50. Dengan demikian, tidak lagi kita melakukan impor solar ke Indonesia,” kata Bahlil dalam acara Investor Daily Summit 2025, Kamis (9/10).
Bahlil menjelaskan, konsumsi solar nasional saat ini mencapai 39 juta–40 juta barel per tahun. Sejak 2016, pemerintah telah menjalankan program mandatori biodiesel untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak sekaligus menekan subsidi energi.
Program tersebut dimulai dengan B10, kemudian meningkat ke B20, B30, dan kini sudah mencapai B40.
Dengan penerapan biodiesel B40, impor solar telah turun signifikan menjadi sekitar 4,9 juta barel atau hanya 10–10,5 persen dari total konsumsi nasional.
“Tujuannya jelas, agar uang dan devisa kita tidak lari ke luar negeri, sekaligus meningkatkan nilai tambah bagi petani sawit di dalam negeri,” kata Bahlil.
Pembangunan pabrik metanol di Bojonegoro
Namun, ia mengakui masih ada tantangan dalam mewujudkan B50 secara penuh, terutama terkait kebutuhan metanol yang masih banyak bersandar pada impor. Dari total kebutuhan metanol nasional sebesar 2,3 juta ton per tahun, kapasitas produksi dalam negeri baru mencapai sekitar 400.000 ton.
Untuk mengatasinya, pemerintah telah memutuskan pembangunan pabrik metanol di Bojonegoro, Jawa Timur, sebagai bagian dari program hilirisasi gas.
“Ini agar campuran biodiesel, baik dari CPO maupun metanol, semuanya bisa diproduksi di dalam negeri,” ujar Bahlil.
Menurutnya, upaya konversi energi ini telah memberikan dampak ekonomi signifikan. Dari 2020 hingga 2025, program biodiesel mampu menghemat devisa hingga US$40,71 miliar dari pengurangan impor solar.
Bahlil juga menegaskan uji coba penggunaan B50 saat ini telah memasuki tahap keempat. Pengujian dilakukan di berbagai kendaraan, seperti kereta api, alat berat, kapal, hingga mobil.
“Kalau sudah dinyatakan clear and clean, insya Allah semester kedua 2026 kita akan launching B50,” katanya.
Ia menambahkan, langkah ini merupakan keputusan berani pemerintah karena berhadapan langsung dengan kepentingan para importir.