Yuswohady menguraikan perubahan besar pada muslim milenial ke dalam lima elemen, yakni Spiritual, Safety-Security, Screen, Self-Expression, dan Social.
Pada elemen Spiritual, muslim milenial semakin mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Pandemi memberikan reality check yang begitu nyata bahwa kematian bisa datang kepada siapa saja dan kapan saja. Karenanya, dalam berbagai keputusan hidup, muslim milenial menjadi semakin berlandaskan pada aturan agama (Alquran dan Hadits) sebagai pedoman.
Pada elemen Safety-Security, muslim milenial semakin peduli terhadap prinsip-prinsip halalan thoyyiban (sudah halal, baik pula kualitasnya). Tidak hanya makanan dan minuman, tapi juga kosmetik, kebendaan, sampai dengan perencanaan keuangan akan diperhatikan aspek kehalalannya.
Pada elemen Screen, adopsi digital muslim milenial menunjukan akselerasi yang luar biasa. Aspek praktis kehidupan mereka tak bisa dilepaskan dari pengaruh digitalisasi ini. Mulai duniawi sampai ukhrawi seperti ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf) telah terintegrasi secara digital.
Pada elemen Self-Expression, muslim milenial akan semakin beradaptasi dan berinovasi dalam mengaktualisasikan dirinya dengan mengedepankan keseimbangan hidup dunia-akhirat. Secara kolektif, muslim milenial juga berusaha untuk mengubah narasi seputar sosok muslim melalui berbagai bentuk ekspresi diri seperti fesyen, travel, dan konsumsi hiburan.
Pada elemen Social, muslim milenial menjadi generasi yang paling mampu berempati dibanding generasi-generasi yang lain. Dalam berdonasi misalnya, selama pandemi milenial berdonasi 1,5x sebulan-lebih besar dibanding Gen-X sebanyak 1,4x atau Gen-Z yang hanya 1,2x sebulan.
“Dengan memahami pergeseran besar yang terjadi pada muslim milenial pascapandemi dan pengaruhnya terhadap lanskap bisnis di segmen pasar muslim, maka setiap marketer/entrepreneur yang menarget pasar muslim milenial ini harus melakukan redefinisi strategi dan mereka ulang eksekusinya,” kata Yuswohady.
Salah satu contohnya, kata dia, yakni berkonsentrasi pada produk halal. Di tahun sebelumnya, marak brand yang berlomba-lomba merilis sertifikasi halal. Misalnya, kulkas SHARP, deterjen halal TOTAL, sampai makanan kucing berlabel halal. Menghadapi pandemi, pasar muslim masih menunjukkan tren positif bahkan diprediksi akan mengalami the second boom menuju endemi ini.
Maraknya fenomena ini dikarenakan pasar muslim yang sedang tumbuh pesat. "Kami menyebutnya Halal of Things. Hal ini menjadi peluang yang sayang dilewatkan oleh pelaku bisnis. Halal widening, yaitu ketika kebutuhan label halal ini tidak terbatas pada produk yang dikonsumsi mulut saja," ujarnya.
Contoh brand yang termasuk halal widening, yaitu Teflon Halania Maxim, makanan kucing Royal Canin dan kacamata halal Athalla. Dari sisi kehalalan produk tidak lagi sebatas branding, tetapi mengalami halal widening dan halal deepening.
"Halal deepening, artinya label halal tidak berhenti pada branding dan sertifikasi saja tetapi juga memasukkan ingredients yang kental dengan nuasa Islam. Seperti misalnya habatussauda (jintan hitam) yang dipercaya memiliki kaya khasiat," katanya, melanjutkan. Contoh brand yang termasuk dalam halal deepening, yaitu Sunlight dan Lifebuoy.