Resmi, Hasil Ijtima Ulama ke-7 MUI Tetapkan Perdagangan Kripto Haram

Kripto mengandung unsur gharar, dharar, qimar

Resmi, Hasil Ijtima Ulama ke-7 MUI Tetapkan Perdagangan Kripto Haram
Ilustrasi Bitcoin. (Shutterstock/Coyz0)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE- Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi ditutup pada Kamis (11/11). Hasil konsensus tersebut memuat 12 poin bahasan, salah satunya tentang penggunaan mata uang kripto atau cryptocurrency.  

Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menyatakan penggunaan atau perdagangan kripto menjadi salah satu mata uang, hukumnya haram.

Kripto bertentangan dengan undang-undang dan syariat

"Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015," kata Ni'am, saat penutupan Itjima Ulama di Jakarta dilansir dari IDX Channel pada Kamis (11/11).

Ni'am menyebut mata uang kripto sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar. Selain itu, tidak memenuhi syarat sil'ah secara syariat, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli. 

"Cryptocurrency atau mata uang kripto sebagai komoditi/aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas tidak sah untuk diperjualbelikan," ujarnya.

Selain membahas mata uang kripto, Itjima Ulama MUI juga menyepakati 12 poin bahasan aktual. Menyitir dari laman resmi MUI, Kamis (11/11), KH Asrorun Niam Sholeh memerinci kedua belas bahasan tersebut.

Poin yang disepakati, yaitu makna jihad, makna khilafah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan, panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.

Selain itu, mengenai hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency,  penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.

Pelabelan haram aset kripto bukan kali pertama

Pelabelan haram aset kripto bukan kali pertama. Sebelumnya, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur memfatwa haram aset kripto. PWNU Jatim mantap memfatwa haram cryptocurrency setelah menggelar Bahtsul Masail, forum berdialog antara para ahli keilmuan fikih pesantren yang berhubungan dengan NU.

Hasil pertemuan itu menyatakan kripto haram digunakan sebagai alat pembayaran ataupun komoditas. Sebab, ada sejumlah hal yang berpeluang menafikan keabsahan transaksi, salah satunya penipuan, demikian keterangan Kiai Azizi Chasbullah yang menjadi mushahih pada forum dimaksud. 

PWNU Jatim menilai kripto lebih banyak mengandung unsur spekulatif dan tak terukur sehingga mirip dengan berjudi. “Meski telah diakui oleh pemerintah sebagai bahan komoditas, tetap tak bisa dilegalkan secara syariat,” ujarnya dikutip dari laman NU Online Jawa Timur, Kamis (11/11).

Pelaku industri buka suara

Mengutip pembahasan Fortune Indonesia pada Jumat (29/10), CEO Indodax Oscar Darmawan berpendapat sebaliknya. Menurutnya, selain menghidupi para trader—yang berjumlah 4 juta di Indodax—aset kripto pun digunakan untuk donasi. “Bahkan di Inggris, masjid ada yang menerima zakat menggunakan kripto,” katanya melalui pesan tertulis kepada Fortune Indonesia, Jumat (29/10).

Dia pun memaklumi adanya perbedaan pendapat mengenai hukum halal-haram kripto, sebab aset itu terbilang baru. Sebelumnya, hukum perdagangan kripto dinyatakan halal dalam Bahtsul Masail pada Juni 2021. Diskusi itu melibatkan pelaku industri, Bappebti, dan para ahli fikih.

“Jadi, saya masih akan terus memantau ke depannya akan seperti apa? Terlebih akan ada diskusi grup yang akan diselenggarakan beberapa waktu mendatang,” katanya, menambahkan.

Senada dengan itu, co-founder CryptoWatch, Christopher Tahir, menganggap fatwa haram PWNU Jatim tak relevan dengan adopsi kripto di Indonesia. Karena organisasi masyarakat itu mengharamkan kripto sebagai alat transaksi. Sementara di Indonesia, kripto hanya diperdagangkan sebagai komoditas.

“Menurut saya, keputusannya tak akan berpengaruh kepada adopsi aset kripto di Indonesia juga,” katanya kepada Fortune Indonesia, Jumat (29/10).

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra Otoparts Bagi Dividen Rp828 Miliar, Simak Jadwalnya
IKN Menjadi Target Inovasi yang Seksi bagi Investor Luar Negeri
Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp104,7 Triliun Hingga 31 Maret 2024
Museum Benteng Vredeburg Lakukan Revitalisasi Senilai Rp50 Miliar
Pemerintah Realisasikan Rp220 T Untuk 4 Anggaran Prioritas di Q1 2024
ERAL Kolaborasi dengan DJI dan Fujifilm di Kampanye Motion Creativity