Jakarta, FORTUNE - Indonesia dan Mongolia sepakat mendorong hubungan dagang yang lebih erat, termasuk dalam industri halal. Kementerian Luar Negeri RI kini membuka kemungkinan kerja sama impor daging halal dari Mongolia.
“Telah disebutkan sebelumnya bahwa industri halal merupakan peluang yang cukup besar bagi kita untuk berkolaborasi,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Hubungan Ekonomi dan Kerja Sama Pembangunan Kemlu RI, Dyah Lestari Asmarani, di Ulan Bator, Mongolia, Rabu (19/11), mengutip ANTARA.
Dyah menegaskan besarnya potensi pasar halal di Indonesia. “Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia, dan kami memiliki fasilitas sertifikasi halal serta permintaan daging sapi dan domba yang terus meningkat,” katanya dalam forum bisnis “Expanding Horizons in Trade and Investment” yang digelar KBRI Beijing dan dihadiri pejabat pemerintah serta pelaku usaha Mongolia.
Ia menilai Mongolia memiliki kekuatan pada jumlah ternaknya yang melimpah. “Saya yakin Mongolia memiliki populasi ternak yang besar dan sangat mendesak bagi kita untuk menciptakan lebih banyak kolaborasi di sektor ini,” ujarnya.
Dyah juga menyoroti bahwa hubungan perdagangan kedua negara masih memiliki ruang besar untuk dioptimalkan. Ia menjelaskan bahwa ekspor-impor Indonesia terus tumbuh, dan peluang kerja sama bisa diperluas melalui diversifikasi produk industri maupun impor komoditas seperti mineral, energi, hingga logistik.
Dyah mengatakan Mongolia memiliki kekayaan sumber daya alam, mulai dari tembaga, batu bara, mineral tanah jarang, emas hingga uranium, sementara Indonesia unggul dalam teknologi dan jasa pertambangan serta manufaktur alat berat.
“Jadi, peluangnya adalah bagaimana perusahaan pertambangan Indonesia juga dapat berkolaborasi dengan mitra mereka di Mongolia dalam hal peralatan dan jasa untuk melakukan usaha patungan atau kolaborasi lain dengan standar pertambangan berkelanjutan,” katanya.
Selain sektor tambang, peluang kolaborasi lain juga dapat berkembang pada energi terbarukan, ketahanan pangan, pendidikan, dan pengembangan SDM. Dyah menyebut kerja sama seperti pertukaran pelajar, pelatihan teknis, hingga penelitian bersama dapat menjadi agenda konkret ke depan.
Untuk pariwisata dan ekonomi kreatif, kedua negara juga berniat memperluas diversifikasi. “Potensinya adalah bagaimana mengemas pariwisata nomaden, mempromosikannya kepada masyarakat masing-masing sehingga kita juga dapat menikmati perbedaan antara Indonesia dan Mongolia, budaya, dan juga lanskap di kedua negara,” kata Dyah.
Ia kemudian memaparkan tiga langkah penguatan kerja sama ekonomi: membentuk platform komunikasi terstruktur melalui pertemuan rutin; memulai kolaborasi di sektor-sektor prioritas seperti pertambangan, pertanian, ekonomi kreatif, dan pariwisata; serta meningkatkan kapasitas SDM melalui pelatihan dan program teknis di bidang-bidang strategis.
“Menjelang peringatan 70 tahun hubungan diplomatik kita tahun depan, kita memiliki kesempatan untuk memperingati tonggak bersejarah ini dengan hasil nyata,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kamar Dagang Nasional Mongolia (MNCCI) Saruul Bulgan menyampaikan bahwa negaranya tengah memperluas ekspor di luar produk tambang, yang masih mendominasi 92,8 persen dari total ekspor Mongolia pada 2024. “Kami ingin melakukan diversifikasi yaitu dengan mengekspor kasmir, daging, buah dan kacang-kacangan, makanan, wol, hingga kulit,” kata Saruul.
Mongolia memiliki sekitar 58 juta ternak, didominasi domba dan kambing. Dari total produksi daging 450 ribu ton, sebanyak 48 ribu ton diekspor ke Cina, Iran, dan sejumlah negara lain. “Kami sangat membutuhkan asistensi mengenai daging halal di Indonesia dan karena itu kami yakin butuh Kedutaan Besar Indonesia di Mongolia,” tambahnya.
Indonesia mewajibkan seluruh daging impor memiliki sertifikasi halal. Selama ini, pasokan daging impor RI mayoritas berasal dari Australia dan India, masing-masing 112.601 ton dan 104.204 ton pada 2023, disusul Brasil, Amerika Serikat, dan Selandia Baru.
Sementara itu, nilai impor Indonesia dari Mongolia pada 2024 tercatat sekitar 7,9 juta dolar AS, terutama berupa garam, belerang, tanah, batu, kapur, dan semen. Ekspor RI ke Mongolia mencapai 20,7 juta dolar AS, didominasi mesin dan peralatan nuklir, produk farmasi, serta perangkat listrik dan elektronik. Tren ini menunjukkan surplus dagang Indonesia dan peningkatan ekspor secara konsisten dalam beberapa tahun terakhir.
