Ilustrasi bayar zakat (freepik.com/Queenmoonlite Studio)
Di sisi lain, total aset keuangan syariah hingga Maret 2025 juga telah mencapai Rp9.252 triliun, tumbuh 5,3 persen secara tahunan. Ia menyatakan pertumbuhan keuangan syariah lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset keuangan nasional yang hanya 3,6 persen.
Dari data tersebut, pasar modal syariah menjadi kontributor utama dengan pangsa pasar 37 persen disusul oleh sektor perbankan dan lembaga keuangan non-bank (seperti asuransi dan mikro finansial).
Sektor filantropi syariah pun berkembang pesat dengan total akumulasi zakat dan wakaf di Indonesia mencapai Rp40,5 triliun, naik 25,03 persen dibanding tahun lalu. Aset wakaf nasional kini menyentuh Rp3,02 triliun, ditopang oleh instrumen inovatif seperti CWLS (Cash Waqf Linked Sukuk).
Meskipun tingkat literasi keuangan syariah mencapai 43,4 persen, tingkat inklusi masih stagnan di 13,41 persen. Untuk itu, Ma’ruf Amin menekankan pentingnya meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa zakat bukan hanya ibadah, tetapi juga bagian dari muamalah (hubungan sosial ekonomi).
“Zakat itu bukan hanya ibadah spiritual, tapi juga muamalah. Ini perlu dipahami umat. Kita harus menjembatani kesadaran agar literasi naik bersama inklusi,” kata Ma’ruf.
Sementara itu, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama RI, Waryono Abdul Ghofur juga menyampaikan data yang mengejutkan. Dari potensi zakat sebesar Rp327 triliun, realisasi hanya Rp41 triliun, dan yang benar-benar tercatat hanya Rp13 triliun. Sementara wakaf melalui BWI baru mencapai Rp3 triliun dari potensi Rp100 triliun.
“Banyak masyarakat berzakat langsung ke mustahik tanpa melalui lembaga resmi. Ini membuat data tidak tercatat dan manfaatnya tidak bisa diukur secara strategis,” terang Waryono.
Meski demikian, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia menunjukkan tren positif, khususnya di tingkat daerah. Hal ini sebagai bagian dari strategi nasional yang berbasis pada penguatan literasi dan inklusi masyarakat.