Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Masjid Agung Baiturrahman di Banda Aceh. Shutterstock/FREDOGRAPHY.ID
Masjid Agung Baiturrahman di Banda Aceh. Shutterstock/FREDOGRAPHY.ID

Jakarta, FORTUNE - Indonesia meraih predikat "Top Muslim Friendly Destination of The Year 2024" dalam Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI). Prestasi ini mengantarkan Indonesia mendapatkan predikat tersebut selama dua kali berturut-turut, yakni di tahun 2023 dan 2024.

Indonesia juga tercatat di peringkat pertama sebagai destinasi wisata halal dunia pada Global Muslim Travel Index (GMTI) tahun 2023, mengungguli 140 negara lainnya. Pencapaian ini tentu menambah daya tarik kunjungan baik wisatawan dari dalam maupun luar negeri. Lalu, desinasi pariwisata mana yang paling diminati?

Survei Inventure dalam Indonesia Muslim Market Outlook 2025 menunjukkan bahwa 44 persen wisatawan lebih tertarik mengunjungi masjid dan situs Islami populer dibandingkan dengan wisata kuliner halal. Sebanyak 25 persen responden memilih wisata kuliner, sementara 20 persen tertarik melakukan ziarah ke makam ulama. Selain itu, 10 persen lebih memilih berbelanja di kawasan fesyen hijab, sedangkan hanya 1 persen yang memilih menginap di hotel syariah yang ramah bagi muslim.

Managing Partner Inventure, Yuswohady, menyampaikan ada tiga alasan masjid menjadi destinasi populer. "Arsitektur ikonik, searah Islam yang kaya, dan pengalaman spiritual yang kaya. Masjid bukan hanya tempat ibadah, tapi juga pusat edukasi wisata dan religi," ujrnya, dikutip Senin (10/3).

Beberapa masjid yang memiliki arsitektur ikonik, di antarany Masjid Menara Kudus, Masjid Kubah 99 Makassar, Masjid Raya Sumatera Barat, dan Masjid Muhammad Cheng Ho. Adapun beberapa masjid yang biasa dikunjungi untuk mengenal sejarah Islam, yakni Masjid Agung Demak, Masjid Wapauwe, Masjid Ampel, dan Masjid Raya Baiturrahman.

Kawasan wisata hijab kian populer

Fenomena destinasi wisata hijab semakin marak dan menjadi daya tarik unik bagi para pengunjung. Area ini menawarkan berbagai pilihan toko busana muslim, mulai dari hijab, gamis, hingga aksesori. Survei menunjukkan bahwa meningkatnya kesadaran akan gaya hidup halal dan syar'i di kalangan umat muslim menjadi salah satu alasan utama popularitas wisata belanja hijab.

Beberapa lokasi seperti Thamrin City di Jakarta, Jalan Terban di Yogyakarta, dan Pasar Baru di Bandung menjadi tujuan favorit karena menyediakan produk berkualitas dengan harga terjangkau. Tren ini juga didukung oleh pertumbuhan pesat industri fesyen muslim di Indonesia. Data dari Kementerian Ekonomi Kreatif dan Pariwisata serta laporan The State Global Islamic Economy menunjukkan bahwa konsumsi busana muslim di Indonesia mencapai US$20 miliar dengan pertumbuhan 18,2 persenper tahun.

Peluang tersebut dimanfaatkan desainer lokal yag kini banyak menciptakan produk hijab dan busana muslim yang tidak hanya syar'i tetapi juga trendi dan modern. Hal ini menarik minat generasi muda muslim yang ingin tampil modis tanpa meninggalkan nilai-nilai agama. Wisata belanja hijab pun menjadi ajang untuk memperbarui koleksi busana sekaligus mengeksplorasi kreativitas desainer lokal.

Tantangan pembenahan wisata halal

Bagi wisatawan muslim, memilih destinasi wisata halal bukan sekadar mencari tempat rekreasi, tetapi juga memastikan bahwa kebutuhan spiritual dan prinsip syariah tetap terpenuhi. Beberapa aspek utama yang menjadi perhatian adalah kemudahan akses terhadap makanan dan minuman halal, ketersediaan tempat ibadah seperti masjid atau musala, serta suasana yang nyaman dan bebas dari diskriminasi terhadap umat Islam. Selain itu, keberadaan situs-situs bersejarah atau religi juga menjadi nilai tambah yang menjadikan suatu destinasi lebih menarik.

Namun, riset Inventure mengungkapkan adanya kesenjangan antara ekspektasi dan realitas dalam beberapa aspek penting wisata halal di Indonesia.

  • Kebersihan menjadi Salah satu faktor utama yang menjadi perhatian. Kebersihan di destinasi wisata, yang sering kali tidak memenuhi harapan wisatawan muslim.

  • Aktivitas yang bertentangan dengan prinsip Islam. Ini menjadi tantangan sebab aktivitas seperti prostitusi, konsumsi minuman keras, dan tempat hiburan malam, masih ditemukan di beberapa lokasi wisata, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi wisatawan Muslim.

Meskipun aspek-aspek ini menjadi perhatian utama bagi konsumen muslim, banyak destinasi wisata halal di Indonesia yang dinilai belum sepenuhnya mampu memenuhi standar yang diharapkan. Kondisi ini menjadi tantangan besar yang perlu segera diatasi guna meningkatkan daya saing pariwisata halal di Indonesia, baik di tingkat regional maupun global.

Lebih dari sekadar masalah estetika, kondisi ini mencerminkan tingkat keseriusan dalam menyediakan lingkungan yang sehat dan nyaman bagi para pengunjung. Selain itu, keberadaan aktivitas yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam di beberapa destinasi wisata juga dapat menurunkan rasa aman dan kenyamanan, terutama bagi wisatawan muslim yang bepergian bersama keluarga. Kedua faktor ini sangat krusial karena tidak hanya memengaruhi pengalaman wisata, tetapi juga berdampak pada citra destinasi tersebut sebagai lokasi yang benar-benar ramah muslim.

Editorial Team