Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Pinjol adalah singkatan dari pinjaman online
ilustrasi pinjol (unsplash.com/Kenny Eliason)

Intinya sih...

  • 97 perusahaan pinjol disidang KPPU terkait dugaan kartel suku bunga

  • KPPU mengungkapkan hasil penyelidikan yang berlangsung sejak 4 Oktober 2023 hingga 11 Maret 2025

  • Batasan bunga 0,8 persen untuk melindungi konsumen dan sejalan dengan imbauan dari OJK

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE – Sebanyak 97 perusahaan pinjaman online (pinjol) disidang oleh Komisi Pengawas Persaingan (KPPU) terkait dugaan praktik monopoli layanan pinjam-meminjam uang atau pendanaan bersama berbasis teknologi di Indonesia. Sejumlah pelaku industri pinjol itu diduga melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Sejumlah perusahaan pinjol yang ikut terseret antara lain seperti Amartha, Indodana, Akseleran, Easycash dan masih banyak lagi.

Sidang pemeriksaan pendahuluan telah digelar di Kantor Pusat KPPU Jakarta (14/8), yang mana sembilan anggota KPPU duduk sebagai Majelis Komisi. Dalam sidang tersebut, KPPU mengungkapkan hasil penyelidikan yang berlangsung sejak 4 Oktober 2023 hingga 11 Maret 2025.

Investigator KPPU, Arnold Sihombing mengungkapkan bahwa Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah terbukti menerbitkan pedoman atau code of conduct yang mengatur batas maksimum bunga 0,8 persen per hari bagi seluruh anggota yang berlangsung di 2020. Sejalan dengan hal tersebut, unsur-unsur pelanggaran Pasal 5 dinilai terpenuhi.

"Berdasarkan uraian dugaan pelanggaran tersebut maka tim investigator menyimpulkan telah terdapat cukup bukti terjadinya pelanggaran pasal 5 undang-undang nomor 5 tahun 1999 yang dilakukan terlapor,” kata Arnold di Jakarta, (14/8).

Seperti diketahui, dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tertulis bahwa  pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

Menanggapi putusan tersebut, Ketua Bidang Humas AFPI, Kuseryansah menegaskan bahwa batasan bunga 0,8 persen kala itu untuk melindungi konsumen dan sejalan dengan imbauan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kala itu, lanjut Kuseryansah, bunga pinjol masih ada yang di atas 1 persen per hari dan dinilai membebani masyarakat. 

“Penentuan batas maksimum manfaat ekonomi dari yang awalnya tidak diatur, akhirnya diatur ke 0,8 persen. Karena, dulu ada pinjol yang menetapkan bunga di angka 1,3 persen per hari, ada yang 1 persen per hari,” katanya

Di sisi lain, pihaknya akan tetap  menghormati dan mengikuti proses persidangan di KPPU. Namun, pihaknya mendorong pelaku industri untuk mempersiapkan bukti-bukti bahwa pengaturan suku bunga ini tidak seperti kartel.

Bunga pinjol diatur untuk keberlanjutan bisnis fintech

Cara agar data tidak disebar oleh pinjol dengan melapor ke POLRI (pexels.com/nicola-barts)

Sementara itu, Peneliti Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Dyah Ayu juga menyoroti fenomena ini. Menurutnya, peristiwa ini menjadi momentum bagi regulasi agar  lebih hati-hati dalam menetapkan suku bunga. Selain untuk melindungi konsumen, pengaturan bunga juga akan menjaga keberlanjutan bisnis sektor P2P lending.

“Diharapkan adanya penetapan suku bunga berbasiskan risiko yang adil bagi lender dan borrower, serta memastikan kepastian dan transparansi suku bunga bagi platform melalui evaluasi berkala,” ujarnya.

Dyah mengatakan, pemerintah perlu mengambil langkah komprehensif yang menjamin keberlanjutan ekosistem pijol dengan memitigasi risiko di sisi lender dan platform. Misalnya, melalui penguatan Pokja Pinjaman Daring dalam pemberantasan pinjol ilegal, menangani isu gagal bayar (galbay) dengan membuat pedoman serta mencegah fraud dari kehadiran komunitas maupun joki galbay.

“Dengan demikian, industri pindar dapat tumbuh sehat, lender percaya, platform berinovasi, dan borrower terhindar dari praktik pinjaman yang merugikan”, pungkasnya

Editorial Team