Disebut Sebagai Pembunuh Ethereum, Apa itu Solana?

Aset bawaan Solana memiliki kode SOL.

Disebut Sebagai Pembunuh Ethereum, Apa itu Solana?
Ilustrasi Solana. Shutterstock/rafapress
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Jaringan blockchain Solana kerap dibesar-besarkan sebagai inovasi pengembangan dari teknologi Ethereum. Bahkan, Solana disebut memiliki lebih banyak keunggulan ketimbang Ethereum.

Seperti halnya Ethereum, Solana merupakan blockchain yang memiliki fitur kontrak pintar serta mendukung pembuatan aplikasi terdensentralisasi (decentralized applications/DApps). Namun, alih-alih hanya memanfaatkan proof-of-stake (PoS)—yang digunakan oleh Ethereum—Solana menggunakan pula proof-of-history (PoH) sebagai algoritme konsensus jaringan.

Dikutip dari laman Pintu, fokus Solana adalah mengembangkan platform blockchain dengan skalabilitas tinggi, aman, dan terdensentralisasi. Itu membuatnya dapat menghasilkan jaringan yang memproses transaksi dengan cepat serta berbiaya murah, dan ekosistem yang mendukung pengembangan aplikasi aset kripto baru.

Solana dikembangkan oleh Anatoly Yakovenko dan Greg Fitzgerald. Mereka sebelumnya bekerja di Qualcomm, perusahaan teknologi yang berbasis di California, Amerika Serikat.

Anatoly memulai proyek Solana pada 2017, dan berhasil mendapatkan US$25 juta dolar melalui Initial Coin Offering (ICO). Lalu, whitepaper resmi Solana dirilis pada Februari 2018, diikuti oleh beberapa fase pengujian hingga akhirnya resmi diluncukan pada Maret 2020.

Solana berada dalam naungan Solana Labs dan Solana Foundation. Solana Labs berfokus pada pengembangan teknologi, termasuk mekanisme PoH. Sedangkan, Solana Foundation adalah organisasi yang berurusan dengan penggalangan dana, pembangunan kerja sama eksternal, dan pengembangan komunitas Solana.

Adapun Solana Coin, dengan kode SOL, merupakan token utilitas Solana. Investor dapat menggunakan aset kripto tersebut untuk berbagai transaksi di platform.

Keunikan Solana

Shutterstock/Wit Olszewski

Jaringan Solana dirancang untuk memproses transaksi yang cepat, berkapasitas besar, dan biaya terjangkau. Hal tersebut dapat terjadi karena Solana menggunakan mekanisme PoH.

Dalam hal ini, Solana berupaya menjawab masalah yang dimiliki mekanisme PoS pada Ethereum, yakni menentukan secara tepat kapan transaksi dilakukan.

Algoritme konsensus proof-of-history ini mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan menciptakan mekanisme yang dapat memberikan catatan waktu (timestamp) ketika sebuah transaksi masuk ke jaringan.

Proses ini kurang lebih sama dengan ketika seseorang memesan makanan lewat layanan pesan antar. Dalam praktiknya, pesanan seseorang akan diberikan catatan waktu untuk memastikan kalau semua makanan diproses dengan urutan tepat.

Jadi, dengan mekanisme PoH, transaksi dapat membuat riwayat catatan yang membuktikan bahwa suatu peristiwa terjadi selama waktu tertentu, demikian laman Coinvestasi.

Namun, pengembangan blockchain Solana turut memiliki kelemahan. Pasalnya, jaringan tersebut rentan dengan serangan denial-of-service attack (DoS).

Kasus penggunaan Solana

ilustrasi NFT (Unsplsah.com/Andrey Metelev)

Menurut Pintu, Solana sebenarnya memanfatkan sistem verifikasi PoS yang memungkinkan untuk menjadi lebih terdesentralisas dan ramah lingkungan. Namun, kombinasi antara PoH dan PoS pada Solana memungkinkan untuk memproses lebih banyak transaksi ketimbang Ethereum maupun Bitcoin.

Solana sanggup memproses 50.000 transaksi per detik dengan biaya transaksi yang murah. Hal ini memberikan insentif bagi pengembang aplikasi dan pengguna untuk memilih Solana dibanding jaringan blockchain lain.

Sejumlah teknologi dan inovasi tersebut menjadikan Solana sebagai salah satu jaringan blockchain baru yang sering disebut sebagai Ethereum killer. Sebab, Solana memiliki banyak kelebihan dibandingkan Ethereum.

Pun, Solana (Sol) sengaja dirancang sebagai platform open-source. Itu menjadikan jaringannya mudah diakses oleh publik dan tersedia untuk digunakan dan dimodifikasi oleh para pengembang, demikian laman Zipmex.

Hingga saat ini, banyak sekali proyek berbasis Solana yang muncul di seluruh dunia, seperti smart contract, NFT marketplace, keuangan terdesentralisasi (Decentralized Finance DeFi), aplikasi digital, dan lain sebagainya.

Menurut laman Zipmex, berikut perincian sejumlah kasus penggunaan (use case) Solana.

1. Lokapasar NFT

Ada beberapa marketplace jual beli NFT yang berbasis Solana, di antaranya Metaplex, Mega Eden, Solanart, dan Solanalysis.

2. Keuangan terdesentralisasi (DeFI)

Saat ini, terdapat lebih dari 300 proyek DeFi yang kini tersedia di platform Solana. Berikut beberapa nama proyek yang berasal dari jaringan tersebut:

  • Raydium
  • Mangga
  • Serum
  • Orca

3. Aplikasi digital

Seakan belum cukup, Solana juga dapat menjadi jaringan bagi aplikasi hiburan maupun media sosial. Berikut aplikasi digital yang dimiliki oleh Solana.

  • Star atlas
  • Naga Kingdom
  • Space Falcon
  • Tribe Land
  • Aliens VS People

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi