Dituding Langgar Privasi Data, Twitter Mesti Bayar Denda Rp2 Triliun

Twitter menyatakan akan meningkatkan privasi pengguna.

Dituding Langgar Privasi Data, Twitter Mesti Bayar Denda Rp2 Triliun
Aplikasi Twitter. (Shutterstock/Sattalat Phukkum)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Otoritas pemerintah Amerika Serikat (AS) menuding Twitter melakukan penyalahgunaan data pribadi pengguna untuk kepentingan iklan. Atas kasus dugaan tersebut, platform media sosial ini mesti membayar denda US$150 juta atau lebih dari Rp2,1 triliun.

Mengutip Reuters, Selasa (31/5), Twitter telah menyampaikan persetujuannya untuk membayar denda tersebut untuk menyelesaikan tuduhan penyalahgunaan data pribadi.

Departemen Kehakinan dan Komisi Perdagangan Federal (FTC) menuduh Twitter membuat iklan tertarget berbasis informasi dari pengguna. Sebelumnya, platform media sosial ini meminta informasi tersebut kepada pengguna dengan dalih perkara keamanan.

“Secara khusus, Twitter menyatakan kepada pengguna bahwa itu mengumpulkan nomor telepon dan alamat email mereka untuk mengamankan akun mereka. Twitter gagal mengungkapkan bahwa itu juga menggunakan informasi kontak pengguna untuk membantu pengiklan dalam menjangkau audiens pilihan mereka,” demikian dokumen FTC.

Dalam penerapannya, Twitter menggunakan data tersebut untuk memungkinkan pengiklan menargetkan kelompok pengguna Twitter tertentu, menurut The Guardian. Caranya, dengan mencocokkan nomor telepon serta alamat email pengguna dengan daftar nomor telepon dan alamat email pengiklan.

Menurut dokumen tersebut, Twitter melakukan penyalahgunaan data pengguna tersebut antara Mei 2013 dan September 2019.

Selain penyelesaian moneter, Twitter juga diminta untuk untuk meningkatkan praktik kepatuhannya.

Damien Kieran, Kepala Privasi Twitter, menanggapi keputusan atas kasus tersebut. Menurutnya, perseroan sudah menyesuaikan dengan agensi tentang pembaruan operasional dan peningkatan program. Itu demi melindungi privasi dan keamanan pengguna.

Iklan tertarget

Ilustrasi Twitter. Shutterstock/Rokas Tenys

Dokumen otoritas AS menunjukkan pendapatan Twitter pada 2019 mencapai US$3,4 miliar atau lebih dari Rp49,6 triliun. Dari jumlah tersebut, US$3 miliar merupakan pendapatan dari iklan. Tahun lalu pendapatan Twitter mencapai US$5 miliar atau sekitar Rp72,9 triliun.

Menurut Lina Khan, Ketua FTC, Twitter memperoleh data dari pengguna dengan dalih memanfaatkannya untuk tujuan keamanan. Namun, media sosial tersebut pada akhirnya menggunakan data dimaksud untuk menargetkan pengguna dengan iklan.

"Praktik ini memengaruhi lebih dari 140 juta pengguna Twitter, sekaligus meningkatkan sumber pendapatan utama Twitter,” ujar Lina Khan.

Sementara itu, Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX sekaligus pemilik baru Twitter, menyampaikan kritiknya atas media sosial yang menghasilkan pendapatan terutama melalui iklan. Sebelumnya, Musk berjanji untuk melakukan diversifikasi terhadap sumber pendapatan Twitter.

"Jika Twitter tidak jujur ​​di sini, apa lagi yang tidak benar? Ini berita yang sangat memprihatinkan," kata Musk dalam sebuah cuitan yang menanggapi praktik iklan perusahaan serta sanksi denda.

Twitter menambah daftar perusahaan teknologi yang melakukan penyalahgunaan praktik privasi data. Pada 2018, Facebook disebut menggunakan data pribadi nomor telepon untuk menayangkan iklan tertarget. Facebook, yang kini disebut Meta, menyelesaikan masalah ini dengan FTC dengan kesepakatan US$5 miliar atau Rp72,9 triliun.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Saham Anjlok, Problem Starbucks Tak Hanya Aksi Boikot
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M