Laba Induk Google Turun US$1,5 Miliar pada Awal 2022, Ini Penyebabnya

Beban operasional Alphabet meningkat lebih dari 20 persen.

Laba Induk Google Turun US$1,5 Miliar pada Awal 2022, Ini Penyebabnya
Logo Alphabet Inc. dan Google terlihat terpampang di smartphone. Shutterstock/IgorGolovniov
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Alphabet Inc., perusahaan induk Google, membukukan kinerja keuangan kurang menggembirakan pada awal tahun ini. Menurut laporan yang baru dirilis, laba kuartal pertamanya mencapai US$16,44 miliar atau setara Rp236,68 triliun.

Capaian tersebut turun 8,3 persen dari US$17,3 miliar pada periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Secara nominal, labanya terkoreksi US$1,49 miliar atau Rp21,51 triliun.

“Hasil Google yang mengecewakan menggarisbawahi pandangan bahwa raksasa pencarian sedang berjuang dengan pertumbuhan pendapatan yang melambat karena pengiklan mengurangi pengeluaran seiring permintaan konsumen di tengah lingkungan inflasi saat ini,” kata Jesse Cohen, Analis Senior di Investing.com, seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (28/4).

Alphabet tahun lalu meraih laba US$76,03 miliar atau Rp3.709 triliun, tumbuh 88,3 persen dari US$40,27 miliar pada 2020.

Kinerja Alphabet tampaknya tak terusik oleh krisis pandemi COVID-19. Sebab, pada era sebelum virus corona merebak atau 2019, laba perseroan ini hanya US$34,34 miliar atau Rp494,54 triliun.

Segmen bisnis

YouTube. (ShutterStock/Sutipond Somnam)

Pendapatan Alphabet naik 23,0 persen menjadi US$68,01 miliar atau Rp979,36 triliun. Secara mendetail, pendapatan mesin pencari tumbuh 24,3 persen menjadi US$39,62 miliar. Setelahnya, diikuti pendapatan iklan Youtube yang meningkat 14,4 persen, jaringan 20,2 persen, dan komputasi awan 43,8 persen.

Laman The Verge menyoroti perlambatan bisnis Youtube, yang tahun lalu tuumbuh 30 persen.

Situasi itu terjadi karena YouTube dianggap tersaingi oleh TikTok, aplikasi video pendek dari Tiongkok. Wajar saja jika YouTube merespons kondisi tersebut dengan memperluas dukungan terhadap layanan video pendeknya pada YouTube Shorts.

Laporan keuangan Alphabet menunjukkan pula bahwa beban operasional perseroan naik 22,2 persen menjadi US$20,09 miliar atau Rp289,35 triliun. Kenaikan tersebut diperkirakan membuat laba Google terkoreksi meski pendapatannya tumbuh.

Alphabet juga menyalahkan perang Rusia-Ukraina sebagai penyebab atas kemerosotan bisnis YouTube. Dalam beberapa bulan terakhir, perseroan telah menghentikan semua monetisasi akun Rusia dan menyetop sejumlah kanal media pemerintah untuk mengendalikan misinformasi.

CEO Alphabet, Sundar Pichai, mengatakan jumlah penonton dan basis pelanggan YouTube berkembang. Dia menyatakan pandangan positifnya untuk masa depan.

“Dalam jangka panjang, kami melihat YouTube adalah tempat pengguna tidak hanya datang untuk hiburan, tapi juga mencari informasi,” katanya. 

Saham Alphabet

Kantor Pusat Google di Mountain View, California, Amerika Serikat. (Shutterstock/ achinthamb)

Segmen bisnis mesin pencari dan komputasi awan, menurut Sundar Pichai, dianggap membantu masyarakat dan bisnis seiring transformasi digital yang berlanjut.

“Kami akan terus berinvestasi dalam produk dan layanan hebat, dan menciptakan peluang bagi mitra dan komunitas lokal di seluruh dunia,” ujarnya dalam rilis resmi.

Alphabet tengah berfokus untuk membangun pengalaman terbaik di YouTube, termasuk fitur yang memungkinkan penonton memberikan komentar sambil menonton YouTube di TV serta peningkatan dukungan untuk Shorts.

Menurut The Guardian, pada perdagangan Selasa (26/4), saham Alphabet turun lebih dari 17 persen. Meski demikian, saham tersebut naik hampir 90 persen dalam dua tahun terakhir. Padahal, kinerja indeks saham teknologi tengah merosot. Di bursa Nasdaq, saham teknologi terkoreksi 4 persen. Itu dianggap penurunan terburuk sejak September 2020.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar BRImo Secara Online Tanpa ke Bank, Ini Panduannya
Jumlah Negara di Dunia Berdasarkan Keanggotaan PBB
Erick Thohir Buka Kemungkinan Bawa Kasus Indofarma ke Jalur Hukum
Saat Harga Turun, Edwin Soeryadjaya Borong Saham SRTG Lagi
Lampaui Ekspektasi, Pendapatan Coinbase Naik Hingga US$1,6 Miliar
Mengenal Apa Itu UMA pada Saham dan Cara Menghadapinya