Riset: Mayoritas Bank Sentral Tengah Pertimbangkan Mata Uang Digital

Bank Indonesia juga sedang meneliti rupiah digital.

Riset: Mayoritas Bank Sentral Tengah Pertimbangkan Mata Uang Digital
Konsep Mata Uang Digital Bank Sentral CBDC. Shutterstock/Panchenko Vladimir
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Riset terbaru dari PricewaterhouseCoopers (PwC) menunjukkan lebih dari 80 persen bank sentral tengah mempertimbangkan perilisan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC).

Dalam kajian bertajuk PwC Global CBDC Index and Stablecoin Overview 2022, PwC menganalisis proyek CBDC sejumlah bank sentral, baik segmen ritel (mata uang digital untuk penggunaan umum) maupun grosir (yang digunakan oleh lembaga keuangan yang memiliki rekening di bank sentral). PwC lantas membuat Indeks Global PwC 2022 yang menunjukkan tingkat kesiapan proyek CBDC tersebut.

Secara keseluruhan, menurut PwC, proyek CBDC ritel telah mencapai tingkat kesiapan yang lebih besar ketimbang proyek grosir. Meski demikian, tahun lalu proyek CBDC ritel juga mengalami kemajuan.

e-Naira, mata uang digital dari bank sentral Nigeria, yang perdana rilis akhir tahun lalu, menjadi pemimpin dalam lis proyek CBDC ritel dengan skor indeks 95. Lalu, di bawahnya, ada Dollar Sand yang dikeluarkan oleh bank sentral Bahama dengan skor 93. Bahama merupakan negara pertama yang meluncurkan CBDC pada 2020.

Tiongkok, yang beroleh skor 87, menjadi negara ekonomi besar pertama yang menguji coba CBDC dengan merilis yuan digital pada 2020. Negara tersebut bahkan sudah menguji coba yuan digital tersebut di 12 kota, termasuk Beijing dan Shanghai, Maret tahun ini.

“Indeks tahun ini menunjukkan bahwa bank sentral meningkatkan aktivitas di ruang mata uang digital. Negara berada pada tingkat kematangan yang berbeda dengan CBDC dan setiap negara memiliki faktor motivasi yang berbeda,” kata Haydn Jones, Blockchain & Crypto Specialist, PwC Inggris, dalam rilis kepada media, dikutip Rabu (6/12).

Bank Indonesia (BI) juga tengah mengkaji perilisan rupiah digital. BI masih meneliti konsep maupun teknologinya. 

Tantangan CBDC

Indeks Proyek CBDC Ritel oleh PwC. Dok/PwC

Masalah inklusi keuangan, fasilitasi pembayaran lintas batas, dan pengendalian terhadap kejahatan keuangan adalah sejumlah faktor yang ikut berperan dalam pengembangan CBDC, kata Haydn Jones. Dia berharap penelitian, pengujian, dan implementasi mata uang digital bank sentral tersebut akan meningkat tahun ini.

John Garvey, Global Financial Services PwC Amerika Serikat, mengatakan sangat penting bagi lembaga keuangan untuk memahami posisi bank sentral dengan mata uang digitalnya. Sebab, pada akhirnya, CBDC akan mulai mengalir melalui sistem pembayaran dan mulai menyentuh neraca bank.

Dia pun berpendapat, institusi keuangan perlu konsultasi dengan bank sentral demi kejelasan dari kasus bisnis CBDC, masalah perspektif inklusivitas, kinerja keuangan, dan pelbagai kondisi lain.

“Jika CBDC pada akhirnya dapat memungkinkan pembayaran yang lebih efisien, itu akan menguntungkan semua orang,” ujarnya dalam kesempatan sama.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra Otoparts Bagi Dividen Rp828 Miliar, Simak Jadwalnya
IKN Menjadi Target Inovasi yang Seksi bagi Investor Luar Negeri
Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp104,7 Triliun Hingga 31 Maret 2024
Museum Benteng Vredeburg Lakukan Revitalisasi Senilai Rp50 Miliar
Pemerintah Realisasikan Rp220 T Untuk 4 Anggaran Prioritas di Q1 2024
ERAL Kolaborasi dengan DJI dan Fujifilm di Kampanye Motion Creativity