Berapa Kali Pemerintah Ajukan Penghapusan Konten ke Google?

Google mengungkapkannya dalam laporan transparansi.

Berapa Kali Pemerintah Ajukan Penghapusan Konten ke Google?
Google. (Shutterstock/Thaspol Sangsee)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Secara rutin lembaga pemerintah dan pengadilan berbagai negara memohon penghapusan informasi dari Google. Indonesia termasuk salah satu pihak yang acap kali terlibat.

Dalam laporan transparansi Google menyoal permohonan penghapusan konten oleh pemerintah, dikutip Selasa (26/10), permintaan penghapusan yang Google terima dari regulator Indonesia berjumlah 631 sejak 2011. Dalam periode serupa, total item yang akhirnya dihapus mencapai 257.084.

“Kami meninjau tuntutan itu dengan cermat. Karena kami menghargai akses informasi, kami berupaya meminimalkan penghapusan melampaui jangkauan dengan berusaha mempersempit cakupan tuntutan pemerintah, ” tulis VP Trust and Safety, David Graff dalam unggahan resmi di blog Google.

Google telah melaporkan transparansi penghapusan konten lebih dari satu dekade. Namun, volume permohonan tertinggi baru saja terjadi pada semester pertama 2021.

1. Indonesia: Negara dengan Volume Permohonan Penghapusan Item Tertinggi

Dari segi total item yang diminta untuk dihapus, Indonesia merupakan pemenang dalam daftar top 10. Setelahnya ada Rusia, Kazakhstan, Pakistan, Korea Selatan, India, Vietnam, Amerika Serikat (AS), Turki, dan Brasil.

Di sisi lain, dari segi volume permintaan, Indonesia berada di posisi ke-10. Di belakang Rusia, India, Korea Selatan, Turki, Pakistan, Brasil, AS, Australia, dan Vietnam.

2. Waktu Permohonan Penghapusan Tertinggi

Menurut Google, permintaan penghapusan dari pemerintah Indonesia paling banyak berlangsung pada paruh pertama 2021. Ada 305 permohonan penghapusan konten dari pemerintah ke Google di periode tersebut. Mayoritas konten yang diminta dihapus berada di Youtube.

Hampir seluruh permintaan berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai otoritas di bidang tersebut. Alasan permintaannya beragam, yakni ujaran kebencian (63), layanan dan barang yang diatur oleh undang-undang (61), keamanan nasional (2), dan lainnya (179).

Selama enam bulan pertama 2021 saja, 254.461 item sudah diminta dihapus dari berbagai layanan Google. Mayoritas item itu berada di mesin pencarian Google. Layanan dan barang yang diatur oleh undang-undang menjadi alasan utama di balik permintaan ratusan ribu item tersebut. Tentu saja permohonan penghapusan paling banyak berasal dari Kominfo.

3. Persentase Penghapusan Konten

Namun, tidak semua permohonan penghapusan dikabulkan oleh Google. Ada sejumlah alasan di balik keputusan itu: beberapa permintaan tak cukup spesifik atau konten yang sudah menghapus konten lebih dahulu.

Google juga menjelaskan, “tak semua perintah pengadilan yang disertakan dalam permintaan secara langsung mengharuskan Google melakukan tindakan.”

Pada diagram dalam laporan, alasan utama konten tidak dihapus adalah informasi yang tidak memadai (90,1 persen). Kemudian diikuti oleh penghapusan karena alasan hukum, konten tak ditemukan, serta alasan lain.

4. Alasan Penghapusan Konten

Bagaimana dengan alasan di balik keputusan penghapusan sejumlah konten yang diajukan oleh pemerintah? Google tidak mencantumkannya secara mendetail. Tetapi, alasan penghapusan tertinggi dikategorikan dalam aspek ‘lainnya’ (51 persen). Lalu, diikuti oleh ujaran kebencian (21 persen), layanan dan barang yang diatur undang-undang (20 persen),  kekerasan, hak cipta, privasi dan keamanan, konten khusus dewasa, peniruan identitas, keamanan nasional, kecabulan/ketelanjangan, undang-undang pemilu, dan kritik pemerintah.

5. Tren Munculnya Undang-Undang ‘Penghapusan Informasi’

Menurut lembaga riset seperti Freedom House, terjadi tren peningkatan signifikan pada jumlah undang-undang yang mewajibkan informasi dihapus dari platform daring. Google pun mengamini itu.

Memang, kebijakan itu pada umumnya berusaha melindungi pengguna di dunia maya. Namun, di beberapa negara, ada undang-undang yang justru ‘mengganggu’ hak masyarakat digital. “(Itu) memengaruhi akses ke informasi terhadap berbagai topik,” tulis Graff.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar OpenSea dengan Mudah, Lakukan 6 Langkah Ini
11 Bahasa Tertua di Dunia, Ada yang Masih Digunakan
GoTo Lepas GoTo Logistics, Bagaimana Nasib GoSend?
BTPN Syariah Bukukan Laba Rp264 miliar di Kuartal I-2024
Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Microsoft Umumkan Investasi Rp27 Triliun di Indonesia