Mark Zuckerberg Tak Penuhi 2 dari 6 Poin Kepemimpinan Etis

Belakangan, Mark Zuckerberg didesak mundur sebagai CEO Meta.

Mark Zuckerberg Tak Penuhi 2 dari 6 Poin Kepemimpinan Etis
Ilustrasi CEO Facebook, Mark Zuckerberg. (Wikimedia Commons)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Grup Meta (Facebook) diterpa rentetan masalah dalam beberapa pekan terakhir. Menyusul kasus whistleblower, bos besarnya—Mark Zuckerberg—juga berulang kali didesak mundur dari jabatannya saat ini.

Bulan lalu, Grup Meta dituding lebih mengutamakan keuntungan ketimbang menghilangkan misinformasi, ujaran kebencian, dan ancaman siber lain yang berseliweran di platformnya. Mantan Manajer Produk Meta, Frances Haugen, mengatakan para petinggi perusahaan mengetahui cara membuat Facebook dan Instagram lebih aman, tetapi tak melakukan apa-apa.

“(Mereka) tak akan membuat perubahan yang diperlukan karena lebih mengedepankan keuntungan besar di atas kepentingan publik,” ujarnya ketika membocorkan dokumen-dokumen internal Facebook ke Kongres, dikutip dari Fortune, Senin (8/11).

Dengan argumen itu pula, Haugen pun memaksa Zuckerberg untuk melepas posisinya sebagai CEO Meta. Sebab menurutnya, Meta takkan mampu berevolusi secara internal bila tidak berganti kepemimpinan.

Dia menambahkan, “untuk menjadi lebih kuat, perusahaan bernilai miliaran dolar itu membutuhkan pemimpin yang berfokus pada keselamatan pengguna.”

Zuckerberg Tak Berniat Mundur dalam Waktu Dekat

Selain membantah tuduhan dari Haugen, Zuckerberg juga blak-blakan mengatakan takkan hengkang dari jajaran eksekutif Meta dalam waktu dekat.

Sebagai pendiri, CEO, dan ketua dewan, Zuckerberg dan rekan sejawatnya menguasai hampir 60 persen saham pengendali Meta. Secara tersirat, dia mengindikasikan masih akan berada di pucuk manajemen selama lima tahun. Pekan lalu, dia berujar, “saya tak menentukan tanggal spesifik untuk berhenti (memimpin Meta).”

Zuckerberg Tak Memenuhi Dua Prinsip Kepemimpinan

Menurut Associate Professor di Sekolah Bisnis Stern New York University, Jeffrey Younger, ada perubahan masif dalam harapan masyarakat terhadap bisnis dan para bosnya.

Dalam Barometer Bepercayaan Edelman (2021) terhadap 33.000 responden global misalnya, 60 persen responden meminta CEO turun tangan ketika pemerintah dapat memperbaiki masalah sosial. Sementara 64 persen mendesak CEO bertanggung jawab bukan hanya kepada dewan direksi dan pemegang saham, melainkan kepada publik juga.

Guna memenuhi standar itu, Meta perlu dirombak habis-habisan dari intinya, menurut Younger. “Haugen menunjukkan bahwa jaring pengaman sosial Facebook sendiri sangat kurang,” katanya.

Terlebih, berdasar program Akselerator Kepemimpinan Sekolah Bisnis Stern, ada yang namanya kepemimpinan efektif dan etis yang harus memenuhi enam nilai inti, yakni kelincahan, pola pikir inovatif, pembelajaran berkelanjutan, orientasi tindakan, inklusivitas, dan kesadaran diri.

“Menurut saya, Zuckerberg tak memiliki dua poin terakhir,” kata Younger.

Inklusivitas adalah kemampuan menghargai pola pikir alternatif, merangkul segala komunitas. Sementara kesadaran diri berkaitan dengan nilai dan tujuan pribadi yang terus berkembang.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

17 Film Termahal di Dunia, Memiliki Nilai yang Fantastis
Cara Daftar OpenSea dengan Mudah, Lakukan 6 Langkah Ini
Bahlil: Apple Belum Tindak Lanjuti Investasi di Indonesia
Medco Rampungkan Divestasi Kepemilikan di Blok Ophir Vietnam
Stanchart: Kemenangan Prabowo Tak Serta Merta Tingkatkan Investasi
Rumah Tapak Diminati, Grup Lippo (LPCK) Raup Marketing Sales Rp325 M