Jakarta, FORTUNE - Cengkeraman serangan siber pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) kini menguat. Praktis, jumlah UKM yang terpapar, terserang, dan terbelenggu ancaman keamanan siber pun meningkat.
Dalam setahun terakhir, 33 persen UKM di Indonesia mengalami gangguan keamanan digital, dan 60 persen di antaranya menghadapi pencurian informasi pelanggan oleh peretas. Fenomena itu berujung pada meningkatnya kekhawatiran soal keamanan siber. Bahkan 68 persen mengaku merasa terancam gangguan siber yang membuat mereka mengambil langkah seperti simulasi memperketat tembok pengaman ruang maya mereka.
Temuan itu dimuat dalam studi baru Cisco bertajuk "Cybersecurity for SMBs: Asia Pacific Businesses Prepare for Digital Defense" yang melibatkan lebih dari 3.700 pemimpin bisnis dan IT penanggung jawab keamanan siber di 14 pasar Asia Pasifik.
“Ketika UKM menjadi lebih digital, maka mereka menjadi target yang lebih menarik bagi pelaku kejahatan, karena bisnis digital menyebabkan terbukanya banyak informasi yang bisa menjadi sasaran empuk bagi peretas,” kata Direktur Cisco Indonesia, Marina Kacaribu, dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat (22/10).
Survei itu menyoroti masalah keamanan siber utama, seperti serangan malware diikuti oleh phishing (penipuan)—yang setidaknya dialami oleh 81 persen UKM lokal.
Hampir tiga dari sepuluh (29%) UKM di Indonesia menganggap serangan siber terjadi akibat tembok keamanan digital yang tak cukup mumpuni mengidentifikasi atau mencegah serangan siber. Di sisi lain, 21 persen lainnya merasa serangan itu terjadi karena ketiadaan solusi keamanan siber.