Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo hadir dalam konferensi perubahan iklim yang dikenal dengan Conference of the Parties (COP26), berlangsung di Glasgow, Skotlandia. Ia menyatakan Indonesia akan terus memainkan peran dalam menangani dampak perubahan iklim.
“Perubahan iklim adalah ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global. Solidaritas, kemitraan, kerja sama, kolaborasi global, merupakan kunci. Dengan potensi alam yang begitu besar, Indonesia terus bekontribusi dalam penanganan perubahan iklim,” kata dia dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (2/11).
Indonesia telah berhasil menurunkan deforestasi hingga titik terendah dalam 20 tahun terakhir. Angka kebakaran hutan pun turun hingga 82 persen pada 2020.
Selain itu, Indonesia juga mulai rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektare, terluas di dunia. Rehabilitasi 3 juta lahan kritis telah berlangsung pula pada 2010–2019. Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia akan mencapai penyerapan bersih karbon selambatnya pada 2030.
“Tetapi hal itu tak cukup. Kami terutama negara yang mempunyai lahan luas yang hijau dan berpotensi dihijaukan, serta negara yang memiliki laut luas yang potensial menyumbang karbon, membutuhkan dukungan dan kontribusi dari internasional, dari negara-negara maju. Indonesia akan terus memobilisasi pembiayaan iklim dan pembiayaan inovatif serta pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau,” kata dia.
Lantas kenapa Presiden Jokowi menyebut perubahan iklim merupakan ancaman besar yang berbahaya bagi kemakmuran, dan pembangunan global. Lalu apa sebenarnya tanda-tanda perubahan iklim? Berikut penjelasannya: