TECH

Gelombang PHK Tesla, 200 Pekerja Autopilot Terdampak

Tesla disebut melakukan efisiensi besar-besaran.

Gelombang PHK Tesla, 200 Pekerja Autopilot TerdampakIlustrasi pabrik Tesla. Shutterstock/Michael Vi
29 June 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Pabrikan mobil listrik Tesla ikut masuk dalam gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang belakangan marak terjadi di Amerika Serikat. Perusahaan otomotif itu dikabarkan memangkas 200 pekerja di pabrik San Mateo, California.

Karyawan yang terdampak kebijakan tersebut adalah orang-orang yang bekerja dengan upah per jam, menurut sumber Bloomberg yang dikutip oleh The Strait Times, Rabu (29/6). Sebelum efisiensi ini, kantor San Mateo memiliki sekitar 350 karyawan, dan beberapa di antaranya telah dipindahkan ke fasilitas perusahaan lain yang terdekat.

Tesla tidak segera menanggapi komentar atas kabar pemangkasan pekerja tersebut. Namun, Elon Musk, CEO Tesla, sebelumnya memberikan isyarat akan kondisi perusahaan yang tengah sulit. Dia sempat menyampaikan rencana efisiensi 10 persen karyawan yang digaji tetap.  

Pekerja di pabrik San Mateo ini ditugaskan untuk mengevaluasi data kendaraan pelanggan yang terkait dengan fitur bantuan pengemudi autopilot. Karyawan tersebut melakukan apa yang disebut dengan pelabelan data. Secara singkat, banyak dari staf yang terdampak adalah spesialis anotasi data.

Dikutip dari Tech Crunch, seseorang yang mengetahui masalah ini menyebut pemangkasan pekerja ini telah dimulai sejak akhir Mei. Tesla dilaporkan berdalih bahwa keputusan efisiensi ini berdasarkan penilaian kinerja.

Pemberhentian karyawan dengan alasan kinerja memungkinkan perusahaan, termasuk Tesla, untuk menghindari persyaratan hukum tertentu, seperti Undang-Undang Penyesuaian Pekerja dan Pemberitahuan Pelatihan Ulang.

Sebelumnya, dua mantan karyawan Tesla mengajukan gugatan terhadap perusahaan. Pabrikan otomotif ini dituduh tidak menyampaikan pengumuman soal PHK pada 60 hari sebelumnya, sesuai peraturan dari undang-undang federal.

Efisiensi

Baterai Gemini 001 diuji di Tesla Model S/Dok. ONE

Dengan pemangkasan ribuan pekerja ini, Tesla menutup kantornya di San Mateo, California, menurut Reuters. Kebijakan ini dianggap sebagai langkah penghematan biaya. Perusahaan electric vehicle/EV ini secara keseluruhan telah mempekerjakan 100 ribu karyawan secara global.

"Tesla jelas berada dalam mode pemotongan biaya besar," kata Raj Rajkumar, profesor teknik listrik dan komputer di Universitas Carnegie Mellon. "Ini (pengurangan staf) kemungkinan menunjukkan kuartal kedua 2022 cukup sulit bagi perusahaan karena penutupan di Shanghai, biaya bahan baku, dan masalah rantai pasokan."

Sementara, Elon Musk sebelumnya mengatakan ia memiliki “perasaan yang sangat buruk” tentang ekonomi. Dia lantas menyebut perusahaan perlu memotong staf sekitar 10 persen dan menghentikan perekrutan di seluruh dinia.

Dalam penjelasannya kepada media, ia menyatakan pemangkasan 10 persen hanya berlaku bagi pekerja yang digaji tetap. Sedangkan, jumlah staf per jam ditaksir masih akan bertambah.

Langkah itu menyusul kekhawatiran terhadap resesi atau pertumbuhan ekonomi negatif di AS. "(Resesi) Itu belum pasti, tapi sepertinya lebih mungkin daripada tidak," kata Musk dalam sebuah pernyataan Selasa (21/6).

Ekonomi AS memang tengah menghadapi PHK massal di tengah kekhawatiran resesi. Menurut TrueUp, situs web pekerjaan teknologi, sejumlah perusahaan telah mengumumkan puluhan ribu PHK, dan berencana untuk membekukan perekrutan dalam beberapa pekan terakhir. Setidaknya ada 37 ribu pekerja yang sebagian besar berasal dari perusahaan teknologi, aset kripto, dan real estat terdampak pemutusan hubungan kerja sejak Mei.

Sementara, survei terbaru dari The Conference Board, organisasi kelompok riset dan keanggotaan bisnis, menunjukkan mayoritas pemimpin bisnis global khawatir terhadap potensi resesi atau pertumbuhan ekonomi negatif.

Dalam survei yang dikutip oleh Fortune.com, Jumat (20/6), sebagian besar eksekutif bisnis meyakini pertumbuhan ekonomi negatif tak terhindarkan selama 1,5 tahun ke depan. Bahkan, kelesuan ekonomi itu dianggap sudah terjadi saat ini. Lebih dari tiga per empat CEO global memperkirakan resesi akan terjadi di wilayah bisnis yang mereka geluti tahun depan. Sedangkan, hanya 60 persen CFO yang memperkirakan hal sama.

Related Topics