TECH

Pengawasan Aset Kripto Bakal Dialihkan ke OJK, Begini Respons Bappebti

Bappebti minta kripto tetap diatur sebagai komoditas.

Pengawasan Aset Kripto Bakal Dialihkan ke OJK, Begini Respons BappebtiIlustrasi aset kripto. Shutterstock/Chinnapong
03 November 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) merespons wacana wewenang pengawasan dan pengelolaan perdagangan aset kripto yang akan diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Wacana tersebut muncul dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Dalam draf peraturan itu, aset kripto dianggap sebagai inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK). Hal tersebut menimbulkan konsekuensi kewenangan pengaturan dan pengawasan aturan kripto oleh OJK dan Bank Indonesia (BI).

“Keputusan pemerintah adalah memang pengelolaan aset kripto ini nanti akan dipindahkan ke OJK. Keputusannya seperti itu. Namun, perpindahan ini tidak akan seketika begitu RUU (P2SK) ini menjadi UU. Tetap nanti akan ada masa peralihan,” kata Plt. kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko, dalam diskusi publik di Jakarta, Selasa (3/11).

Masa peralihan itu diperkirakan berlangsung lima tahun. Namun, dalam proses transisi ini, Bappebti tetap akan menjadi pihak yang mengatur, mengawasi, serta mengelola perdagangan aset kripto.

Lembaga di bawah Kementerian Perdagangan itu juga tengah merevisi Peraturan Bappebti No.8/2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka. Revisi tersebut menyangkut perbaikan tata kelola perdagangan aset kripto secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk menjaga keberlangsungan ekosistem aset kripto meski pengawasan dan pengelolaan beralih ke OJK.

“Di masa transisi ini kami memastikan apa yang kami buat di Bappebti terkait dengan pengelolaan aset kripto itu bisa sustain ketika nanti masuk ke OJK,” ujarnya.

Kripto sebagai komoditas

Ilustrasi pertemuan bisnis tentang keputusan investasi untuk bitcoin. Shutterstock/Morrowind
Ilustrasi pertemuan bisnis tentang keputusan investasi untuk bitcoin. Shutterstock/Morrowind

Bappebti pada dasarnya mendukung keputusan pemerintah terkait pengawasan dan pengelolaan perdagangan aset kripto yang diambil alih OJK. Namun, lembaga tersebut meminta aset kripto dianggap sebagai komoditas, dan bukan mata uang (currency).

“Jangan sampai kripto ini menjadi currency,” ujar Didid seraya menambahkan perubahan pengawasan aset kripto ke OJK ini pasti akan memiliki konsekuensi. Namun, ia tidak menyebutkan secara terperinci soal konsekuensi tersebut.

Dalam kesempatan tersebut, Didid juga menepis anggapan bahwa lembaganya tidak kompeten dalam mengatur dan mengawasi perdagangan aset kripto. Meski belum sempurna, namun Bappebti diklaim berhasil menangani kasus seputar aset kripto, termasuk platform Zipmex yang sempat menyetop penarikan dana nasabah.

“Kalau dilihat apakah Bappebti tidak kompeten, saya menolak itu,” ujarnya.

Hingga saat ini Bappebti belum bisa membentuk ekosistem bursa aset kripto termasuk lembaga kliring di dalamnya. Namun, rencananya, bursa itu akan dirilis dalam waktu dekat ini, atau sebelum UU P2SK disahkan.

Dalam kesempatan sama, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, berpendapat RUU P2SK idealnya diselaraskan dengan Perba 8/2021 karena sama-sama bicara soal aturan aset kripto.

“Jangan ada dualisme antara Bappebti dengan otoritas lainnya, karena bisa menghambat pengembangan aset kripto,” ujar Bhima.

Selama penyusunan RUU berlangsung, menurut Bhima, arah pengaturan RUU P2SK terkait aset kripto menimbulkan kebingungan atas posisi aset kripto di bawah OJK dan BI sebagai mata uang, atau tetap sebagai komoditas. Sedangkan, Bank Indonesia pada saat bersamaan tengah menyusun mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC) atau rupiah digital dalam RUU sama.

“Jika ada aset kripto yang sama-sama diatur di bawah otoritas BI dan OJK selain CBDC, maka akan berisiko menggeser aset kripto dari definisi komoditas menjadi mata uang. Hal tersebut justru rentan menimbulkan gangguan pada sektor keuangan,” katanya.

Related Topics