Jakarta, FORTUNE – Pandemi COVID-19 mengubah hidup masyarakat, terutama dalam hal penggunaan internet untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Di negara-negara ASEAN, contohnya, pengguna internetnya meningkat 40 juta, dari 360 juta pada 2019 menjadi 400 juta pada 2020.
Situasi ini menghadirkan sejumlah masalah, salah satunya kebocoran data yang merugikan para pengguna internet. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengungkapkan, selama pandemi terdapat beberapa kasus pencurian publik yang merugikan privasi masyarakat.
“Tahun 2021, sektor keuangan cukup signifikan menjadi target serangan. Memang dari angka-angka ini ke sektor keuangan 20% itu adalah serangan ke server, lalu 10 persennya adalah ransomware,” ujar Edit Prima, Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan Perdagangan dan Pariwisata, BSSN, dalam sebuah webinar virtual (3/11).
Bila kebocoran data ini terbukti terjadi dan dimanfaatkan oleh individu maupun kelompok untuk berbuat kejahatan, maka tindakan membocorkan ini dapat disebut sebagai cyber crime atau kejahatan siber. Para pelaku kejahatan ini dapat dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik (UU ITE), bahkan dapat dihukum pidana bila kasusnya mengandung unsur penipuan.
Berikut sejumlah kebocoran data yang terekam selama pandemi berdasarkan data BSSN dan Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi (KA-PDP).
