Jakarta, FORTUNE – Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia mengomentari kemelorotan transaksi perdagangan aset kripto sepanjang tahun ini yang terjadi akibat kondisi ekonomi global serta implementasi pajak aset kripto.
Menurut data terbaru dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), pada Januari-Agutus 2022 nilai transaksi tergerus 56,35 persen dalam setahun (year-on-year/yoy) menjjadi hanya Rp249,3 triliun.
Namun, dari jumlah investor aset kripto, terdapat 16,1 juta pelanggan pada delapan bulan pertama tahun ini atau kenaikan jumlah investor aset kripto terdaftar mencapai 725 ribu pelanggan per bulan.
“Market kripto global tengah dihantam oleh situasi makroekonomi yang kurang baik sepanjang tahun ini,” kata Harmanda dalam keterangan yang dikutip Senin (10/10).
Menurutnya, pasar aset kripto tengah terguncang oleh sentimen makroekonomi, seperti kondisi geopolitik yang memanas serta ancaman resesi atau pertumbuhan ekonomi negatif.
Belum lagi kebijakan moneter Amerika Serikat yang membuat investor menjauhi pasar. Pengetatan suku bunga oleh bank sentral AS atau Federal Reserve/Fed demi menekan inflasi dapat mendongkrak harga komoditas dan melemahkan daya beli.
"Ini yang mulai terasa di Indonesia. Investor memilih menunggu momen yang tepat untuk masuk kembali ke market kripto di saat situasi makroekonomi sudah stabil," ujarnya.