Jakarta, FORTUNE - Ancaman pemberlakuan tarif resiprokal sebesar 32 persen oleh Amerika Serikat (AS) terhadap barang impor asal Indonesia kini memasuki fase negosiasi teknis yang krusial. Meski penerapan tarif tersebut saat ini ditunda selama 90 hari, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan nasib kesepakatan akhir perundingan ini sangat bergantung pada keputusan Presiden AS, Donald Trump.
Dalam keterangannya kepada media usai bertemu dengan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, di Washington D.C, yang disiarkan secara virtual, Jumat (25/4), Sri Mulyani mengatakan langkah negosiasi ini merupakan bagian integral dari proses "rebalancing" yang gencar ditempuh AS terhadap mitra-mitra dagangnya.
"Tidak hanya dengan Indonesia, tapi juga dengan negara mitra lainnya," ujar Sri Mulyani. Ia menambahkan, AS mendorong terjadinya koreksi baik di dalam negeri mereka maupun dari negara partner dagang, dengan tujuan menciptakan hubungan baru yang dianggap adil oleh kedua belah pihak.
Salah satu manifestasi konkret dari proses rebalancing ini adalah penundaan 90 hari pemberlakuan tarif resiprokal bagi banyak negara. Kendati demikian, tarif 10 persen dilaporkan telah diberlakukan lebih awal dan dampaknya mulai terasa pada penurunan volume pengiriman barang antarnegara.
"Dampaknya mulai terlihat dari indikator ekonomi," kata Sri Mulyani, menekankan bahwa fenomena ini bisa mempengaruhi prospek perdagangan global ke depan. Oleh karena itu, ia mengingatkan para pembuat kebijakan di setiap negara, termasuk Indonesia, harus mulai mengantisipasi potensi tersebut.