Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
antarafoto-sarasehan-ekonomi-nasional-1744172292.jpg
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan paparan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Intinya sih...

  • Indonesia dan AS sedang melakukkan negosiasi teknis mengenai tarif resiprokal.

  • Negosiasi ini merupakan bagian dari proses rebalancing AS terhadap mitra dagangnya, dengan penundaan tarif selama 90 hari.

  • Indonesia dinilai memiliki posisi strategis dalam negosiasi, tetapi keputusan akhir tetap ada pada Presiden Donald Trump.

Jakarta, FORTUNE - Ancaman pemberlakuan tarif resiprokal sebesar 32 persen oleh Amerika Serikat (AS) terhadap barang impor asal Indonesia kini memasuki fase negosiasi teknis yang krusial. Meski penerapan tarif tersebut saat ini ditunda selama 90 hari, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan nasib kesepakatan akhir perundingan ini sangat bergantung pada keputusan Presiden AS, Donald Trump.

Dalam keterangannya kepada media usai bertemu dengan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, di Washington D.C, yang disiarkan secara virtual, Jumat (25/4), Sri Mulyani mengatakan langkah negosiasi ini merupakan bagian integral dari proses "rebalancing" yang gencar ditempuh AS terhadap mitra-mitra dagangnya.

"Tidak hanya dengan Indonesia, tapi juga dengan negara mitra lainnya," ujar Sri Mulyani. Ia menambahkan, AS mendorong terjadinya koreksi baik di dalam negeri mereka maupun dari negara partner dagang, dengan tujuan menciptakan hubungan baru yang dianggap adil oleh kedua belah pihak.

Salah satu manifestasi konkret dari proses rebalancing ini adalah penundaan 90 hari pemberlakuan tarif resiprokal bagi banyak negara. Kendati demikian, tarif 10 persen dilaporkan telah diberlakukan lebih awal dan dampaknya mulai terasa pada penurunan volume pengiriman barang antarnegara.

"Dampaknya mulai terlihat dari indikator ekonomi," kata Sri Mulyani, menekankan bahwa fenomena ini bisa mempengaruhi prospek perdagangan global ke depan. Oleh karena itu, ia mengingatkan para pembuat kebijakan di setiap negara, termasuk Indonesia, harus mulai mengantisipasi potensi tersebut.

Indonesia dinilai memiliki posisi strategis

Menurut Sri Mulyani, berdasarkan informasi yang diperoleh dari Scott Bessent, proses negosiasi tarif dagang dengan AS diperkirakan tidak akan selesai dalam waktu singkat.

"Proses rebalancing ini bisa memakan waktu dua hingga tiga tahun, tergantung pada masing-masing negara dan kesiapan mereka dalam melakukan negosiasi," jelasnya.

Kendati demikian, Indonesia dinilai memiliki posisi strategis dan menguntungkan karena mengambil peran sebagai "early mover" dalam menjalin komunikasi dengan AS.

"Dari yang disampaikan Bessent, Indonesia mendapatkan keuntungan sebagai negara yang lebih dulu merespons dan masuk ke tahap teknis. Mereka menghargai yang pertama bergerak," kata Sri Mulyani, menambahkan bahwa sikap ini juga mengacu pada karakter Presiden Trump yang menghargai inisiatif awal.

Mengingat keputusan final tetap mutlak berada di tangan Presiden Trump, Sri Mulyani menekankan betapa krusialnya seluruh jalur komunikasi dan pengajuan proposal yang menawarkan keuntungan timbal balik bagi Indonesia.

Saat ini, pemerintah sedang merumuskan beragam usulan yang secara cermat menimbang kepentingan strategis kedua negara. Indonesia berharap, hasil akhir negosiasi ini tidak sekadar melahirkan keadilan dalam skema perdagangan, melainkan turut menopang stabilitas ekonomi nasional di tengah pusaran dinamika geopolitik global.

"Yang kita dorong tentu adalah tercapainya win-win solution," ujar Sri Mulyani.

Ia menegaskan, Indonesia menghendaki hubungan dagang yang berkeadilan, namun tanpa mengorbankan momentum pertumbuhan ekspor yang telah diraih. Demi mencapai target tersebut, seluruh kementerian dan lembaga terkait dilaporkan terlibat aktif dalam proses perundingan ini, memastikan bahwa setiap aspek kepentingan nasional terwakili.

Editorial Team